Senin, 27 Mei 2013

RESENSI CERPEN PINTU MASJID

Judul : Pintu Masjid
Karya : Mujiku Hibiniu
 Tahun : 2013

“Ngaji dulu sana yang pinter, baru tanya kamu soal hadist. Ngaji saja masih terbata-bata, tanya-tanya hadist segala,” kata Ki Imun mematahkan nyaliku hingga mencapai titik nadir.
Cerpen ini merupakan karya seorang penulis muda dengan nama pena Mujiku Hibiniu. Cerpen berjudul “Pintu Masjid” ini merupakan salah satu contoh cerpen ringan namun syarat hikmah. Pesan yang ingin disampaikan penulis dibungkus dengan cerita yang fokus dan menarik, sederhana tanpa menggurui. Cerpen ini menceritakan sebuah konflik antara seorang tokoh dan beberapa warga dalam hal pengadaan pintu masjid. Ki Imun menginginkan dibuatkannya sebuah pintu di samping tempat imam di saat pembangunan masjid sudah hampir selesai. Konflik batin Ishlah -seorang pemuda yang terlibat dalam perseteruan tersebut- diceritakan dengan natural dan bisa membawa emosi pembaca terutama kalangan muda.
Penulis membuat alur cerita yang runtut dengan akhir yang tidak mudah ditebak. Pembaca akan penasaran dengan nasib Ishlah dan menebak-nebak alasan  kenapa perlu diadakannya pintu masjid seperti kehendak Ki Imun.
Cerpen ini mengandung hikmah yang bagus bagi kalangan muda maupun kalangan tua. Bagi kalangan muda, seyogyanya selalu menghormati yang tua. Dan bagi kalangan tua, cerpen ini menyatakan bahwa yang tua tidak selalu benar. Selain itu secara umum cerpen ini menyadarkan kita bahwasanya realita kehidupan di masyarakat seringkali berbeda dengan idealisme yang ada. Dan komunikasi yang baik antar warga masyarakat amat dibutuhkan untuk meminimalisir buruk sangka.
Karakter Ki Imun yang tiba-tiba berubah di akhir cerita, terasa agak janggal. Namun secara keseluruhan, cerpen yang cukup panjang ini tak membosankan dan bagus untuk dibaca. 

Jumat, 03 Mei 2013

MAHASISWA TAK SEMPURNA

     Mahasiswa diartikan secara umum sebagi seorang yang menyenyam pendidikan hingga perguruan tinggi.  Pengertiannya bisa sesederhana itu, tapi keberadaan mahasiswa memiliki peran yan tidak main-main dalam sejarah. Banyak contoh peran mahasiswa dalam sejarah. Penggulingan Soeharto misalnya. Mahasiswa yang identik sebagai wajah pemuda Indonesia memang selalu diawasi gerak-geriknya. Ibarat artis yang berprofesi sebagai public figure, mahasiswa tak jarang merasa di posisi yang sama. Harapan bangsa dan masyarakat terhadap peran-peran mahasiswa menuntut mahasiswa untuk selalu mengupgrade diri setiap waktu. Tampil dengan bagus seolah suatu keharusan.
     Mahasiswa sadar tentang peranan mereka seharusnya bagaimana. Mahasiswa juga tak jarang menyelipkan kata “bermanfaat untuk negara” dalam mimpi masa depannya. Tak sedikit mahasiswa yang berjuang untuk bagus di akademik, berprestasi nasional, hingga mempunyai kegiatan sosial. Tak sedikit juga yang sudah mencapai tahap dimana dikatakan ia menjadi teladan bagi mahasiswa lain. Mahasiswa sadar bahwa setelah lulus kuliah, mereka akan dibutuhkan dalam masyarakat. Mereka juga sadar bahwa kehidupan di kampus amatlah berbeda dengan realita hidup di masyarakat. Dan mereka yang tak sedikit itu terus berjuang tahap demi setahap untuk mempersiapkan diri.
     Namun, tak banyak mmasyarakat yang tahu tentang beban yang dimiliki seorang mahasiswa dalam menjalankan perannya. Demo bukanlah keinginan mahasiswa. Pastilah ada sebab yang melatar belakangi. Masyarakat sedikit tahu apa yang terjadi dengan dunia kampus. Beban akademik, perkembangan diri, dan godaan-godaan yang ada. Mahasiswa tumbuh dalam lingkungan yang tak banyak teladan di dalamnya. Idealisme yang terbentuk pun nantinya akan terbenturkan dengan realita kehidupan yang sebenarnya.
     Tak sedikit mahasiswa apatis, dan tak banyak mahasiswa yang bersolidaritas. Kurangnya teladan kadang membuat sebuah kebenaran atau kesalahan terlihat ambigu di mata mahasiswa. Bingung sama dengan salah arah. Gambaran yang  sering tersajikan adalah kebobrokan demi kebobrokan. Tempat pendidikan di kota-kota besar yang lekat dengan gaya hidup modern juga menjadi godaan tersendiri. Kepekaan semakin terkikis.
     Moral mahasiswa dikatakan cenderung merosot. Ah kenapa hanya mahasiswa. Nyatanya itu adalah cerminan dari moral seluruh masyarakat yang ada. Mahasiswa jengah dengan dalih bahwa mereka kaum terpelajar. Toh nyatanya sekarang semua orang bisa belajar dengan mudah.
     Mahasiswa tahu bahwa mereka sedang ditunggu untuk menjadi pemimpin-pemimpin hebat. Mereka percaya bahwa mereka bisa menjadi lebih unggul. Tapi terkadang pandangan sinis meluluhlantakkan semangat mereka untuk bangkit. Karena tidak semua mahasiswa bermental baja.