Mahasiswa
paling gemar melengkapi CV. Bisa dibilang satu atau beberapa lembar kertas itu
bisa sangat menggambarkan track record
seseorang. Melalui CV, pelamar pekerjaan akan dipertimbangkan untuk diterima
bekerja atau tidak. Melalui CV, seorang mahasiswa akan dinilai layak atau tidak
mendapatkan suatu beasiswa. Di dalam CV
biasanya ada kolom prestasi. Kolom inilah yang jika semakin panjang akan
semakin membuat kagum siapa yang membacanya. Apalagi jika prestasi yang tlah
tertoreh adalah prestasi skala nasional atau bahkan internasional. Untuk
melengkapi kolom prestasi ini sudah tersedia banyak ajang atau lomba di segala
bidang. Bagi yang suka menulis akan mengikuti banyak lomba kepenulisan. Bagi
yang suka bahasa inggris akan sering mengikuti ajang debat bahasa inggris, dan
begitu pula berbagai bidang lainnya.
Setiap peserta yang megikuti ajang
perlombaan, tujuan yang dapat dipastikan sama adalah ingin menjadi pemenang atu
juara pertama. Tidak ada orang yang ikut
serta dalam perlombaan namun bertujuan untuk kalah. Pada saat kemenangan benar
menghampiri, akhirnya tercatat satu baris prestasi di kolom prestasi di CV. Yup
mereka bisa mengumpulkan prestasi. Hingga ada sebutan siswa berprestasi,
mahasiswa berprestasi, pemuda berprestasi. Berangkat dari prestasi ini kemudian
mereka yang berprestasi itu akan dikenal dan mulai dikagumi khalayak banyak. Di
sinilah seyogyanya letak pertanyaan yang mengusik. Apakah aku masih rendah hati?
Apakah karya-karya ini kubuat hanya untuk diakui khalayak? Apakah aku sudah
tergelincir mencicipi rasa angkuh? Hati yang bersih akan senantiasa menjadi
indikator dalam berbuat. Jadi, apa itu prestasi?
Menurut KBBI, pengertian prestasi
adalah hasil yang telah dicapai. Di saat pengusaha ingin mencapai omset 1 M
perbulannya dan ternyata berhasil , bisa dibilang pengusaha tersebut
berpretasi. Begitu juga dengan mahasiswa, banyak dari mereka yang melakukan
penelitian baru sehingga disebut berprestasi. Ada dari mereka yang exchange ke luar negeri hingga disebut
berprestasi. Kemudian setelah itu? Banyak yang penelitian hanya berhenti sampai
hasil dan tanpa aplikasi. Karya-karya yang dihasilkan banyak yang hanya menjadi
pajangan yang membanggakan pemiliknya. Berhenti sampai di situ. Jika prestasi
yang diagung-agungkan hanya seperti itu, maukah kita menyandang gelar
berprestasi?
Lagi lagi kita bisa belajar dari
sejarah, bahwasanya lebih banyak orang berprestasi dan karyanya tidak main-main
dan bisa dikenang hingga sekarang. Bagaimana penaklukan Konstatinopel oleh Al
Fatih menjadi prestasi yang luar biasa. Apakah Al Fatih mengejar prestasi untuk
dirinya sendiri? Tidak. Al Fatih memperjuangkan Islam dengan segenap
kemampuannya. Apakah pada zaman sahabat ada pola pencarian gelar? Tidak. Gelar
Al Amin, gelar Pedang Allah, dan lain sebagainya hanyalah sebuah bonus dari
kesungguhan pada Islam. Dan mereka menghayati benar bahwa balasan sebenarnya
hanyalah dari Allah.
Banyang yang berusaha menyelami
kisah-kisah perjuangan masa lalu dan banyak pula yang berusaha untuk
mendapatkan inspirasi dari sana. Namun semakin ke sini, mulai terlihat
pergeseran makna prestasi yang sebenarnya. Banyak prestasi yang tertoreh namun tak
mempunyai manfaat bagi sekitar. Justru ada prestasi yang menjadi wasilah setan
untuk membuat peraihnya silau akan gemerlap dunia. Niat yang salah dari awal
akan menjadi boomerang bagi diri sendiri. Niat yang benar dari awal pun masih
bisa terkikis dan memudar. Sedikit yang bisa bertahan hingga ia di ujung
perjalanan. Itulah kenapa niat perlu diperbaharui setiap kita mengingatnya. Hm
Allah tidak akan melihat isi CV
kita. Allah melihat isi hati kita. Beberapa prestasi sangat pantas untuk
dihargai. Misalnya pada guru yang mengabdikan diri di pelosok yang memang tak
terkenal. Beberapa prestasi pantas dihargai karena prestasi ada akibat dari
perjuangan. Ucapan selamat diiringi doa sudah cukup mengapresiasi. Dan beberapa
prestasi tak perlu diagung-agungkan, karena takwa pada Allah adalah
sebaik-baiknya prestasi.