Selasa, 31 Desember 2013

MIMPIKU, BOLA SALJUKU

        Aku besyukur bisa sampai detik ini dalam hidupku. Aku masih hidup dengan segala kekuranganku. Aku masih hidup dengan selalu membawa semangatku untuk turut denganku setiap saat, setiap waktu. Sekali, dua kali pernah hati ini terpuruk. Kepala pening dan hidup serasa tak menyenangkan sedikitpun. Hingga semangatku kembali, aku merasa lebih baik berada di kamar daripada menyetir kendaraan dan terjadi yang tidak-tidak.
         Aku ingin tetap hidup di saat semua orang tahu tak ada saat paling tepat kita menyatakan siap untuk mati. Aku masih ingin terus hidup karena mimpi-mimpiku masih di dunia ini. Terlepas apa yang kuinginkan dari akhirat. Yang jelas aku ingin hidupku bermakna. Dan semangat yang ada pada diriku lah yang membuat hidupku bermakna. Mimpi-mimpi itu menghiasi setiap waktu hingga terkadang membuat nafas ini tersengal, ataupun nafas ini menjadi lemah-selemahnya.
            Semua ini adalah tentang mimpi. Mimpi adalah kata yang sudah kudengar semenjak aku mulai bisa mengucapkannya. Tapi arti mimpi-mimpi yang mengarahkan pada suatu kesuksesan baru kuketahui saat aku duduk di bangku SMA. Pernah aku menonton video dimana diceritakan ada seorang mahasiswa yang menuliskan mimpi-mimpinya hingga akhirnya dia mencoret tiap barisnya dikarenakan mimpinya sudah tercapai. Aku sangat termotivasi saat itu. Namun hanya angin lalu. Masa-masa SMA masih kuhasiskan dengan sekolah dan menempuh perjalanan panjang dari rumah ke sekolah. Semua terasa melelahkan. Dulu. Dan kini, aku berada di Yogya sudah selama 4 tahun. Mimpiku untuk kuliah sudah terlaksana. Aku merasa wawasanku semakin luas. Tapi aku merasa semakin bodoh. Saat awal kuliah, aku menonton kembali video motivasi yang pernah kutonton saat SMA. Aku mulai menuliskan daftar impianku dari yang paling sepele menurutku hingga yang paling tidak sepele menurutku. Aku menuliskannya. Dan aku berhenti di angkan 80. Aku merasa sudah cukup. Aku menuliskan daftar impianku pada selembar kertas HVS dan menempelnya dengan selotip pada dinding kamar di dekat tempat tidur. Aku berharap bisa mengamini setiap daftar impianku sebelum waktu tidur.
            Banyak yang kudapatkan hingga aku meyakini aku bisa melakukan hal-hal yang kuinginkan dengan bermimpi terlebih dahulu. Mimpi. Banyak film mengisahkan perjuangan tokoh mewujudkan mimpinya. Misalkan saja film Laskar Pelangi yang berlanjut pada film Sang Pemimpi. Benar adanya bahwa jika kita ingin sukses, kita harus menjadi seorang pemimpi terlebih dahulu. Apakah bermimpi itu susah? Tentu tidak. Aku sudah mempraktekkannya. Bukan berarti daftar mimpi di kertasku itu sudah tercoret semua, tapi sudah beberapa tercoret dimana selalu membuatku hampir tak percaya. Contohnya saja aku menuliskan ingin sekali untuk naik gajah. Yah sebenarnya ini adalah dampak masa kecil kurang bahagia. Dulu sewaktu kecil takut disuruh naik gajah, eh sekarang ngebet banget. Kapan ya. Sepele kan? Tapi sampe sekarang belum terwujud. Tapi aku yakin akan terwujud. Bermimpi itu mudah, tinggal pikirkan apa yang kita pengen, jadi deh. Aku menuliskan ingin kerja prektek di Jawa Barat dan ingin KKN di luar jawa. Keinginan ini bisa dibilang nggak sepele. Cari perusahaan yang mau menerima kerja praktek juga nggak gampang. Apalagi jika sudah aku tetapkan lokasinya ingin dimana. Hal yang sama juga terjadi pada KKN. Aku ingin KKN di luar jawa biar bisa tambah pengalaman. Semuanya terwujud!. Aku tidak merasa ngoyo untuk mencapai itu semua. Tapi bukan berarti aku tidak kerja keras. Inilah bedanya mencapai kesuksesan dengan mimpi dan tanpa mimpi. Dengan bermimpi dan kita meyakininya, kita akan menjiwainya di setiap kita melakukan usaha sehingga apa yang kita kerjakan seberat apapun itu akan terasa ringan. Hal ini adalah karena kita menikmati prosesnya. Kuncinya adalah selalu yakin dan positive thingking. Belum pernah ada ceritanya perjuangan seseorang berakhir dengan sia-sia.
            Segala yang kita usahakan tidak akan berakhir sia-sia. Sekecil apapun itu. Dan semua yang kita perbuat akan kembali pada kita juga hasilnya. Mungkin ada kasus yang merasa sudah berjuang maksimal namun target tak terpenuhi atau gagal. Bahkan gagal itu terjadi berulang-ulang. Apakah itu sebuah masalah? Yup, tentu itu sebuah masalah, tapi bukan masalah besar. Selalu ada kata solusi mendampingi kata masalah. Allah sudah menciptakan sunatullah dan kita tinggal menjalaninya. Kurang apa coba?!. Yang harus kita ingat saat hal seperti ini terjadi adalah “setelah ada kesulitan pasti ada kemudahan.” Aku mengucapkan itu berkali-kali di setiap aku merasakan sebuah kekecewaan.  Awal tahun 2013 aku mulai aktif berwirausaha bersama dengan timku. Aku mengira aku akan bisa melakukan semuanya dengan baik-baik saja. Aku berwirausaha, mengikuti komunitas penulis, ikut penelitian Dikti, dan juga yang paling penting adalah tugas pokok seorang mahasiswa tingkat akhir yaitu skripsi. Kenapa aku menjalani semuanya sekaligus? Karena aku punya mimpi untuk menjadi pengusaha muda yang sukses, aku ingin menjadi penulis, aku ingin ikut serta PIMNAS, dan aku ingin lulus tepat waktu yaitu Agustus 2013. Dan sekarang sudah akhir tahun 2013. Aku belum mendapatkan semuanya. Tapi ternyata aku mendapatkan pelajaran berharga yang awalnya aku hanya tahu teorinya saja. Banyak orang sukses menyatakan kunci sukses adalah fokus. Aku sering mendengar itu dan akupun mempercayainya. Tapi ternyata aku belum menjiwainya. Terbukti aku mengerjakan semuanya dalam waktu bersamaan  dan ternyata skala prioritas pun tak berjalan sebagaimana mestinya. Itulah kunci ketiga yaitu fokus.
            Aku memang belum sukses. Tapi aku janji akan menyelesaikan mimpi-mimpiku. Allah selalu mendukungku. Disaat aaku meminta satu, Allah bisa saja memberikan 3 sekaligus. Hal ini terjadi pada bulan Oktober lalu. Aku gagal wisuda Agustus, dan harapanku adalah November. Itu adalah harga mati karena orang tua sudah sangat kecewa dengan perjalanan akademikku yang molor. Tanggal 10 Oktober aku sidang skripsi. Tapi hasilnya aku gagal dan harus mengulang ujian lagi. Remuk hatiku saat itu. Hingga aku harus menenangkan diri di kos teman hanya untuk istirahat dari tangisku yang tak kunjung henti. Apalagi saat Ibu menelepon. Sungguh sakit rasanya mengecewakan orang yang sangat kita sayangi. Aku gagal lulus November. Namun tak sampai situ saja. Kejadian menyedihkan tersebut terjadi pada kamis siang, dan malam jumat kuputuskan untuk tetap menangis hingga aku tertidur.
Aku punya mimpi yang belum terwujud. Kewajibanku selanjutnya adalah tidak mudah putus asa, inilah kunci ketiga. Besuknya, hari Jumat aku langsung menemui dosen dan segera ke perpustakaab mencari referensi yang aku butuhkan. Di setiap langkan ke kampus, menuju perpus, hingga kantin, aku selalu mencoba tersenyum serasa berkata dalam hati bahwa akan ada kemudahan setelah ini. Percayalah... Hal ini semacam ritual all is well yang dilakukan Pundhuk Wangsu dalam film 3 idiots. Ah manjur juga.
            Apa yang terjadi selanjutnya? Tanggal 17 Oktober aku pergi ke Jakarta untuk mengikuti final lomba wirausaha muda pemula dari Kemenpora. Dan amazing saat itu aku naik pesawat yang pertama kali dan semua gratis. OMG! Aku menginap di Hotel Aston dan yang paling amazing adalah aku bertemu dengn orang-orang hebat di Jakarta. Dan apa selanjutnya? Aku jadi juara 3 nasional dan berangkat ke Balikpapan seminggu setelahnya. Dan amazing nya lagi, aku bertemu dengan banyak orang yang sangat menginspirasiku untuk mewujudkan mimpi-mimpiku selanjutnya. Dan akhirnya yang paling membuatku tercengang ketika melihat piala di kamarku adalah aku aku mendapatkan 3 mimpiku dalam satu waktu. Ke jakarta dengan prestasi, naik pesawat  (bahkan 4 kali sekaligus), dan pergi ke Kalimantan. Sungguh membuatku setengah tak percaya.
            Kini aku tak akan takut lagi untuk bermimpi. Mimpi adalah awal mula kita mendapatkan apa yang kita inginkan. Mimpi sama dengan niat yaitu bernilai setengah dari apa yang kita lakukan. Aku benar-benar telah memperjuangkan mimpi-mimpiku satu persatu tanpa aku sadari. Sepertinya otak bawah sadarku memang sudah berjalan sebagaimana keinginanku. Aku percaya pada mimpi. Aku percaya pada penguasa mimpi. Aku akan bermimpi. Yakin, positive thingking, fokus, dan tak putus asa. Aku sudah tahu kuncinya.
            Mimpi itu ibarat butiran bolak salju kecil yang kita buat dan kita biarkan terus menggelinding. Dan suatu saat kita akan menjumpainya menjadi bola salju yang amat besar dan membuat kita takjub. Wow!

Jumat, 20 Desember 2013

Jika Masalah Datang

     Ada kalanya kita merasa jenuh dengan semua kegiatan yang ada. Wajar-wajar saja seperti itu, apalagi kita menghadapi masalah. Apa itu masalah? Masalah adalah sesuatu hal atau kondisi yang membuat kita tidak nyaman. Mau tidur kepikiran, mau makan kepikiran, apalagi jika sampe nggak bisa tidur atau nggak doyan makan. Pernah nggak ngrasain seperti itu? Malah ada yang akhirnya menyendiri dan nggak mau diganggu. Tutup pintu rapat sampai cahaya matahari pun enggan untuk masuk melalui celah-celah yang ada. Jika kamu belum pernah merasakan seperti itu, bersyukurlah. Tapi hidup nggak akan indah jika datar-datar aja kan. Ada kalanya kita membutuhkan masalah datang. Pada saatnya kita akan sadar bahwa masalah datang bukan datang untuk menyiksa tapi untuk membuat kita agar bisa lebih dewasa. Dan ingat sobat semua, Allah nggak akan memberikan maslah di luar kemampuan kita. So, jangan kwatir sedikitpun. 
      Allah selalu bersama kita. Dan yang paling penting kita harus sadar bahwa apapun yang terjadi pada kita entah kebaikan atau keburukan, semua itu tergantung bagaimana kita menghadapinya. Kunci awal adalah positif thingking. Saat masalah datang, jangan sampai kita menyerah dan melampiaskannya dengan melakukan hal-hal buruk. Jenuh, bosan, galau, stres, itu bisa berarti kita sedang dalam masalah lo. Trus bagaimana cara menyelesaikannya? Kembali lagi yang pertama adalah kita harus positif thingking. Khusnudzon sama Allah. Positif thingking memang terlihat gampang, tapi gampang-gampang susah untuk melaksanakannya lo. Apalagi jika keadaan kita sedang tidak baik. Jangan sampai dikuasai emosi lah pokoknya. Kemudian yang kedua adalah kita bisa melakukan hal-hal positif. jika kamu suka nulis, ya menulis lah. atau kamu suka mancing ikan di kali? lakukanlah. Apapun yang kamu anggap asyik, lakuin aja. Nggak usah banyak mikir. Pada saat pikiran tidak jernih, lakukan apa yang kamu suka. Tapi nggak nyalahi aturan juga ya. 
     Nah trus cara ke tiga ni yang menurutku cara paling the best deh. Yaitu membereskan semua yang membuat kita tidak nyaman. Misalkan bangun tidur, kamar berantakan kayak kapal pecah. Bereskan saat itu juga. Saat kamar bersih dijamin deh pikiran kita lebih fresh apalagi jika kita menikmati prosesnya. Bisa saja kita nemu uang pas mberesin barang-barang. Padahal tu ya uang kita sendiri yang dulu nyelip. hehe. :D Bisa juga dengan ganti model rambut, minta maaf pada teman jika ada masalah, bersihin kamar mandi, atau semua hal yang produktif lakukanlah, walaupun sekedar potong kuku. 
     Apapun yang kamu lakukan, asal jangan ngelamun. Kalau mau tidur bagaimana? bolehlah... hahaha

Rabu, 18 Desember 2013

HUBUNGAN ARAH PENDIDIKAN DAN KEMANDIRIAN PANGAN DI INDONESIA

Arah pendidikan di Indonesia
            Pendidikan adalah hal terpenting yang wajib dilakukan untuk membentuk sumber daya yang mumpuni. Jenjang pendidikan dari TK hingga seterusnya umumnya dilalui dengan perjuangan yang keras dari setiap mereka yang menginginkan untuk berpendidikan tinggi. Berpendidikan tinggi adalah modal utama untuk menjadi seorang expert atau mumpuni dalam suatu bidang sehingga bisa mengambil peran yang strategis.
            Pejabat penentu kebijakan di Indonesia tidak dipungkiri bahwa mereka adalah sosok-sosok yang mumpuni dalam bidangnya. Dan memang inilah tujuan dari adanya proses pendidikan yaitu untuk membentuk insan berpendidikan yang akan meneruskan estafet perjuangan bangsa dalam rangka pembangunan nasional. Tapi apakah praktik yang dilakukan mengarah ke sana?
            Indonesia masih membutuhkan calon-calon pemimpin yang mumpuni baik dari segi ilmu dan juga baik dalam hal kepribadian. Sistem pendidikan Indonesia yang ada sekarang masih jauh dalam hal penerapan nilai-nilai. Padahal nilai-nilai inilah yang akan mendominasi seperti apa masa depan anak didik tersebut. Sebut saja ada nilai pancasila dan nilai agama yang menjadi acuan orang Indonesia secara umum dalam bertindak. Pancasila banyak didengungkan namun sejatinya tak meresap dalam kehidupan real orang Indonesia. Kemudian ada nilai agama yang sejatinya nilai inilah yang turut membentuk kultur Indonesia. Nilai agama adalah nilai yang secara kultural digunakan di Indonesia sebagai kontrol dalam berbuat sesuatu. Kedua nilai yang harusnya kuat ini nyatanya tidak teraplikasikan dengan baik dalam sistem pendidikan di Indonesia. Nasionalisme rendah, ajaran agama kurang, dan yang lebih dominan justru nilai-nilai barat yang telah menggerus nilai-nilai asli Indonesia.
            Apa hasil dari sistem pendidikan yang kurang tepat di Indonesia adalah pejabat-pejabat sekarang yang banyak tersandung hukum dalam praktek kerja mereka. Mereka adalah pemimpin-pemimpin harapan bangsa yang seharusnya bisa membawa bangsa Indonesia menjadi lebih baik. Namun yang kurang disadari adalah tak ada proses instan untuk mendidik seorang pemimpin yang hebat. Hasil dari pendidikan yang instan adalah pemimpin yang pintar namun tak peduli masyarakat. Orientasi mereka secara umum adalah kesuksesan yang biasa disebut materi, tak ada kepedulian sama sekali.
           
Kemandirian pangan Indonesia
            Masalah kemandirian pangan adalah masalah vital bagi Indonesia. Negara agraris yang akhirnya harus mengimport 100 % beras dan juga 90 % industri pangan di Indonesia nyatanya dikuasai perusahaan multinasional sudah menjadi bukti yang cukup atas kegawatan yang terjadi. Kemandirian pangan adalah cita-cita Indonesia yang kini selalu digembor-gemborkan di semua kalangan. Semua kalangan pemerintah serempak mengajak untuk cinta produk negeri sendiri, mendukung tumbuhnya UKM-UKM, mengapresiasi pemuda yang berwirausha. Namun semuai itu ternyata tak semudah yang terlhat di permukaan. Yah seperti biasa, lidah tak bertulang sehingga mudah mengeluarkan dukungan lisan. Namun apalah arti semua itu jika action yang terjadi tak semudah yang dibicarakan, bahkan dibayangkan. Nyatanya urusan pangan justru menjadi prioritas kelima dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014.
            Kebijakan-kebijakan tak terintegrasi dengan tujuan yang ada justru mempersulit keadaan. Contoh kasus adalah masalah import yang hingga sekarang ini katanya ingin ditekan namun nyatanya penekanan yag terjadi layaknya penekanan yang dilakukan pada per, disaat tekanan diperlonggar, per akan melaju dengan bebas dan cepat. Hal itulah yang terjadi pada kuota import di Indonesia. Katanya mau ditekan tapi nyatanya rakyat kecil lagi yang jadi korban. Kuota yang sedikit dimanfaatkan oleh mereka yang mempunyai uang.
Misalkan saja produksi mie yang dilakukan oleh UKM dibandingkan perusahaan mi instan terbesar. Biaya produksi keduanya bisa sanagt beda jauh. Terutama pada bahan baku. Pada perusahaan besar, semua bahan dapat dilakukan secara impor karena memang kapasitas produksinya sudah besar. Hal ini jelas tidak dapat dilakukan oleh UKM yang kapasitas produksi nya masih terbatas. Perusahaan besar hanya membayar  pajak import. Sedangkan UKM harus membayar serentetan pajak hingga produk mereka bisa sampai di tangan konsumen. Alhasil UKM hanya bisa menggigit bibir.

Hubungan arah pendidikan dengan kemandirian pangan
      Cita-cita yang sama tidak terintegrasi. Tujuan mulia tidak tereaisasi. Di sini lah hubungan antara arah pendidikan dan kemandirian pangan. Wujud pemimpin sekarang ini adalah hasil dari pendidikan instan yang tidak mencapai tujuan yang sempurna. Pemimpin tidak dilahirkan tapi diciptakan. Dan menciptakan pemimpin atau mendidik orang untuk menjadi seorang pemimpin membutuhkan waktu yang lama. Sedangkan pemimpin sekarang adalah hasil dari proses pendidikan instan yang secara umum minim menerapakan nilai-nilai apapun yang ada di Indonesia. Sistem pendidikan yang ada adalah mencetak manusia pekerja yang menilai sukses adalah materi atau kekuasaan. Bekerja beda dengan mengabdi. Yang ada adalah mendapatkan sesuatu bukan untuk memberikan sesuatu.
        Pertanian yang seharusnya menjadi kekayaan abadi Indonesia nyatanya tidak memberikan apa-apa bagi pekerja. Pertanian identik dengan petani, identik dengan miskin, identik dengan tidak modern. Jelas saja tidak ada yang sudi mengurus pertanian. Inilah hasil pendidikan Indonesia. Bahkan mahasiswa jurusan pertanian pun sudah berniat di awal untuk tidak bekerja di petanian. Tak sedikit dari mereka yang mempelajari keahlian lain untuk jaga-jaga jika tidak diterima bekerja di bidang pertanian. Tak ada nilai yang terserap sedikitpun.
        Jika pertanian keadaanya seperti ini, what the next? Kemandirian pangan mana mungkin bisa terealisasi jika pertanian yang notabene sumber daya pangan di Indonesia tidak diurusi.
         Inilah yang terjadi. Masalah kemandirian pangan bukanlah masalah kecil atau sempit hanya masalah pangan. Kemandirian pangan adalah masalah besar bangsa Indonesia yng dipengaruhi dan mempengaruhi keseluruhan pembangunan di Indonesia. Dibutuhkan pemimpin yang benar-benar mumpuni dan yang paling penting adalah berkepribadian baik. Orang baik dengan peran baik akan menghasilkan yang baik. Sehebat apapun peran namun jika tak ada nilai baik di sana hasilnya nihil bahkan minus.
        Arah pendidikan di Indonesia yang tidak tepat juga turut menyumbang keburukan-keburukan yang terjadi. Lulusan pertanian yang jumlahnya seabreg kini dapat dihitung berapa banyak yang benar-benar peduli terhadap pertanian. Mungkin saja telat memberikan pengertian kepada anak didik tingkat mahasiswa untuk menerapkan nilai kepedulian bangsa dan berkepribadian baik. Semuanya dapat dilakukan lebih dini. Arah pendidikan di Indonesia harus lebih dijelaskan lagi agar tidak hanya mencetak pekerja yang baik namun juga baik dalam hal nasionalisme dan kepribadian. Jusru mencetak orang baik adalah sebuah main goal dengan subordinat mencetak pekerja yang baik.
       Kemandirian pangan adalah masalah yang butuh waktu lama untuk menyelesaikannya. Dan generasi muda adalah generasi penerus bangsa yang perlu untuk diarahkan sejak dini. Oleh karena itu arah pendidikan di Indonesia seyogyanya bisa diperbaiki agar kemandirian pangan tidak lagi menjadi mimpi yang muluk.




Minggu, 08 Desember 2013

C Family untuk Indonesia

Masyarakat sekarang ini mulai pintar dalam memilih produk. Era back to nature sedikit banyak mempengaruhi masyarakat untuk memperhatikan apa yang mereka konsumsi. Meningkatnya permintaan terhadap produk pangan sehat alami merupakan bukti meningkatnya kesadaran masyarakat dalam memperhatikan kesehatan. Salah satu produk sehat alami adalah produk herbal. Produk herbal kini banyak ditemukan dimana-mana dan diprediksi prospeknya akan terus meningkat setiap tahun. Peluang ini juga dimanfaatkan oleh C family. C family merupakan tim usaha yang menghadirkan inovasi baru yaitu produk teh ciplukan. Tim usaha yang  baru berumur 2 tahun ini mencoba untuk terus maju, berkomitmen untu mewujudkan mimpi mereka untuk mendirikan perusahaan pangan alami kebanggaan Indonesia. Intin Nurwati sebagai manajer utama, Denok Kumalasari sebagai manajer produksi, dan Rahmi Wijayanti sebagai Manajer Pemasaran, terus melakukan pengembangan usaha di samping kegiatan kuliah di Fakultas Teknologi Pertanian UGM.
Produk yang dihasilkan oleh C Family adalah teh ciplukan dengan merk “Salwa” setelah menggantikan merk pertama yaitu “Cip Cup Tea”. Produk ini berupa teh celup dengan spesifikasi konsumen adalah penderita diabetes dan hipertensi. Pemasaran teh ciplukan memaksimalkan media online dan pameran. Media online dirasa menyediakan kemudahan untuk masyarakat luas dalam mengakses. Ditambah lagi, kecangkihan teknologi dan komunikasi di kalangan masyarakat menjadi hal positif yang bisa digunakan secara efektif dan efisien bahkan saling menguntungkan satu sama lain. Hal inilah yang menjadikan  C Family yang berproduksi di Yogyakarta, dapat menjangkau hampir seluruh pulau di Indonesia dalam hal pemasaran. Dan hingga kini respon masyarakat terhadap Teh Salwa cukup positif serta C Family bertekad untuk terus meningkatkan pelayanan.
Usaha ini dirintis pada tahun 2011 berawal dari keinginan Intin, Denok, dan Rahmi untuk membangun usaha bersama. Ide yang muncul tak jauh-jauh dari bidang mereka yaitu Teknologi Industri Pertanian. Ide awal adalah ide sederhana tentang tanaman ciplukan yang melimpah, tumbuh liar, tidak bernilai ekonomi, namun memiliki khasiat beragam bagi kesehatan terutama untuk mengobati diabetes dan hipertensi. Mereka tertantang untuk mengolahnya menjadi produk yang bernilai tinggi sehingga khasiat tanaman ciplukan dapat dirasakan oleh banyak orang. Ide tersebut akhirnya di ajukan pada program Pekan Kreatifitas Mahasiswa yang diselenggarakan oleh Dewan Pendidikan Tinggi (Dikti) pada tahun 2011. Meskipun tidak lolos hingga babak Pekan Ilmiah Nasional (PIMNAS), namun C Family berhasil mendapatkan hibah modal sebesar 7 juta rupiah.
Dua puluh dua Januari 2012 ditetapkan sebagai hari lahirnya C Family dengan segala komitmennya untuk mensukseskan produk teh ciplukan yang mereka hasilkan Banyak tantangan menghadang termasuk diantaranya adalah banyak masyarakat kota yang menjadi segement pasar teh ciplukan belum paham dan tidak mengenal tanaman ciplukan apalagi manfaatnya. Hal ini menuntut untuk dilakukannya edukasi dan promosi yang masif. Meskipun rintangan selalu berdatangan, hal tersebut tidak menyurutkan langkah C Family dikarenakan mereka mempunyai passion di bidang wirausaha. Hal inilah yang menjadi alasan mereka menikmati segala proses yang dilalui.
Sekarang produk teh ciplukan telah berkembang dan beredar semakin luas di pasaran. Produk ini juga sudah mengantongi ijin pemasaran produk berupa No IRT dan Halal MUI. Dalam hal produksi, C Family bekerjasama dengan LIPI Gunung Kidul yang menyediakan fasilitas laboratorium sebagai tempat produksi teh ciplukan. Proses produksi teh ciplukan diawasi langsung oleh pihak LIPI sehingga kualitasnya terjamin. Harapan C Family adalah produk ini terus berkembang sehingga dapat menjadi produk lokal kebanggaan Indonesia.
          Pada Oktober 2013, C Family yang diwakili oleh Intin Nurwati berhasil meraih Juara III Kompetisi Wirausaha Pemula Nasional bidang Jasa Boga yang diselenggarakan Kemenpora. Prestasi ini menjadi motivasi bagi C Family untuk terus berkarya dan mewujudkan mimpi mereka untuk Indonesia.

Rabu, 04 Desember 2013

AKU DAN MEREKA


     Tak ada orang sukses yang bisa mengerjakan impiannya sendiri. Karena sejatinya di dalam kesuksesan tiap orang, pasti ada peran orang lain di dalamnya. Aku... Ini ceritaku dengan mereka, dua orang partner super serta sahabat handal yang kami bertemu minimal sekali seminggu sejak dua tahun yang lalu. Banyak sekali kisah perjuangan yang kami lakukan bersama. Perjuangan? Entahlah, sampai sekarang aku masih terlalu awam dengan kata itu. Setiap mengusahakan apapun, aku merasa belum pantas disebut berjuang. Emm.. kesannya terlalu dramatis buatku yang.. emm.. mungkin karena aku melalui semuanya dengan enjoy, bersama mereka.
     Kini aku berada pada titik dimana aku menyadari semua hal itu memang benar-benar lebih mudah jika dikerjakan bersama. Dan syukurku adalah karena aku berpartner dengan mereka yang menurutku mereka adalah orang-orang yang sangat berbeda denganku namun mengerti diriku secara profesional, tanpa emosional yang berlebihan. Pass!
     Kami punya mimpi masing-masing dan tidak saling menggantungkan. Kami mandiri namun dalam kebersamaan. Kami tumbuh bersama meskipun sebenarnya otodidak. Konflik? Aku tak tahu. Aku merasa yang ada adalah luasnya pengertian dan kesadaran sebelum kesalahan.
Jika Allah mengizinkan, aku ingin selalu mengingat awal kami bertemu, share ide, mimpi, berkumpul pagi, berkendara siang, miss com, terlambat, tertawa, berkata “ow..”, dan “aha!”. Nano nano. Hingga kini keadaan kami jauh lebih baik dari dahulu, dan semoga selalu bertambah baik. Namun tetap, semua ini masih awal. Karena mimpi kami adalah mimpi besar gabungan dari 3 pemikiran. Dan aku yakin, prosesnya masih terus berjalan dan bahkan akan lebih terasa. Harapanku adalah kami bertiga baik-baik saja, dan semua yang kami awali dengan indah dapat kami tuntaskan dengan indah pula.  
     Tentang proses yang ada... Hey susah, datanglah jika memang engkau akan bisa mengajarkan kami nikmatnya kelapangan. Hey senang, datanglah jika kau mau mengajarkan bahwa kami menikmati proses ini. Dan untukmu semangat, jangan pernah kau pergi karena kau adalah bukti kekuatan mimpi kami. 

Jumat, 29 November 2013

NANTI

                “Bundaaaaaaaaaaaaaaa Aaaaaaaaaaaaaaa !!!!!!!!!!!”
Akupun terbelalak, “Ada apa adek?!”
“Ituuu!!! Ituuuu!! Ada kecoa! Kecoa! Hiiiiii!!!!!”. Wajah Icha sungguh lucu karena melihat kecoa itu. Segera ia menghambur naik ke atas kursi belajarnya. Akupun hanya terbengong melihat tingkah lucu buah hatiku.
“Bunda, usir aja kecoanya dari rumah ini. Aku geli Bundaaa!!!”
“Hmm.. iya sayang. Makanya ayo kita bersihkan laci kamu ini. Siapa hayo yang sering nyimpen barang-barang yang udah nggak dipakai kaya gini..”
“Bunda, semua itu barang pribadi. Jangan disentuh! Aku aja baca buku Bunda nggak boleh. Katanya pribadi kan?”
Aku pun nyengir mendengar semua itu, “Icha... emang kamu bisa baca tulisan Bunda? Karena kamu nggak bisa baca makanya Bunda nggak mau kasih liat buku Bunda..”
“Ayah mau bacain kok. Lagian tulisan Bunda bersambung gitu. Aku kan baru kelas 1, belum diajari. Bunda gimana sih!”, jawab Icha sewot.
Aku terus mengobok-ngobok isi laci Icha tak menghiraukan gerutuannya. Butuh perjuangan yang panjang hingga akhirnya aku bisa menjamah barang-barang miliknya. Ternyata selama ini Icha menyembunyikan kunci lacinya di dalam kulkas. Entahlah apa yang ia pikirkan.
“Ini pulpen udah mati masih disimpan buat apa hayo? Trus ini permen karet kadaluwarsa? Ada uang limapuluh ribu darimana? Aduh Icha ini kok ada kecebong di plastik, ntar mati gimana?”, Keningku benar-benar mengkerut melihat isi laci buah hatiku. Sepertinya aku belum bisa menjadi Ibu yang baik. Tiba-tiba ada sedikit kekecewaan menyelinap dalam hatiku.
“Trus ini bando dari Bunda kenapa nggak dipakai, malah disimpan? Kenapa Icha sayang?”
Masih dengan wajah sewot, “Bunda..aku sudah bilang itu semua barang pribadiku. Semua ada kenangannya Bunda. Bunda juga menyimpan banyak barang kenangan di kamar kan?”
“Hah? Yang mana Cha?”
“Itu tu kayak boneka, celengan bekas, bunga kering, selendang, yang ada album fotonya. Trus ada banyak lagi. Masak Bunda nyimpen undangan kadaluwarsa juga.. ”
Deg!
Tiba-tiba kerinduanku pada mereka terasa sangat. Seolah-olah ingin bertemu dengan mereka saat ini juga. Ada rasa yang tak terdefinisikan. Lebih dari rindu. Lebih dari ingin bertemu. Serasa ingin tak berpisah. Tatapanku menerawang. Teringat semua memori masa kuliah yang selalu kurindukan. Mataku berkaca-kaca melepaskan semua pikiran. Apa yang mereka lakukan sekarang? Apakah mereka sebahagia aku merawat buah hati? Apakah ada yang pilek? Apakah iman mereka baik-baik saja? Ah! Sungguh tak sengaja aku menyimpan semua barang-barang itu. Sepertinya barang-barang itu begitu saja tersimpan rapi layaknya memori yang membersamainya yang tersimpan amat rapi.
Boneka itu, aku ingat pertama kali aku menjumpainya. Tiba-tiba boneka itu muncul di keranjang sepedaku. Hesty juga menyelipkan surat kecil untukku. Celengan lumba-lumba yang dulu tiba-tiba nangkring di bantalku, adalah kado miladku. Selendang hadiah pernikahanku dari Embun. Bunga mawar kering adalah pemberian dari Umi saat ia minta maaf padaku. Album foto, undangan kadaluwarsa, dan semuanya, aku mengingatnya dengan sangat baik. Mereka di hatiku. Saudara-saudara seiman yang sangat kusayangi hingga detik ini dan kupastikan hingga nanti.
Aku mengingat dengan jelas segala wujud kasih sayang di antara kami. Sesederhana apapun. Masih terasa hangat sampai sekarang. Benar-benar abstrak namun dimengerti oleh hati. Itulah ukhuwah. Jalinan kokoh yang timbul antara kami sebagai buah manis dari keimanan ini. Sungguh merupakan karunia besar aku bisa merasakannya. Ukhuwah inilah yang mampu menjagaku dari dahsyatnya duniawi. Ukhuwah inilah yang selalu mengingatkanku bahwa ada tempat paling layak bagi siapa-siapa yang saling mencintai karena Allah. Dan ukhuwah inilah yang membuatku selalu menyimpan rindu tiada habisnya.
Sudah lama kami tak bersua. Terakhir adalah saat pernikahan si Herman. Itupun 2 tahun silam. Dan tak semua bisa aku jumpai di sana. Wajar saja, domisili kami yang sudah menyebar seantero Indonesia merupakan salah satu faktornya. Rindu sekali hati ini melihat senyum-senyum mereka. Apakah Nana masih selugu dulu ya? Wajah polosnya tak bisa kulupakan. Apakah Chika masih sangat keibuan? Dia sering memelukku kapanpun dia mau. Bagaimana dengan si Rosa? Ara? Ah! Tak bosan aku memikirkan mereka. Kabar dari mereka lebih berharga daripada kabar-kabar para artis top di televisi.
Tapi jangan salah. Meskipun hampir 2 tahun kami tak bersua. Hubungan kami tetap lancar. Aku tahu minggu kemarin Desi membuka toko barunya. Aku tahu Agus sedang berbahagia dengan putra pertamanya. Meskipun mereka jauh di sana. Tak ada yang mampu menepis bahwa kami merasakan kedekatan yang tak terhingga. Dan kabar yang paling membahagiakan adalah Anis yang selama ini berdomisili di Kalimantan akan ke Yogyakarta besuk lusa untuk berlibur. Dia setuju untuk menginap di tempatku. Aku tak sabar melihatnya berada satu meter di depanku. Aku tak sabar mengenalkan Icha padanya. Dan aku pasti akan melayani tamu istimewaku ini semaksimal mungkin.
“Bunda!.. Bunda!”
“Iya!”.. Astaghfirullaha aku tadi melamun.
“Bunda melamun ya.! Itu semua barang-barang Bunda pas kecil kan?”
Akupun tersenyum dan menghela nafas panjang. Icha dan ayahnya memang sama-same kepo “_”, “Icha.. itu foto-foto waktu Bunda kuliah dulu. Waktu Bunda udah gede. Itu barang-barang hadiah dari temen-temen Bunda.”
                Icha melongo mendengar jawabanku. Akupun lanjut menjelaskan, “Iya tu wujud sayang Bunda ke temen-temen Bunda. Waktu kuliah Bunda punya kelompok teman sepermainan gitu.. namanya laskar sekawan.” Aku menjelaskan dengan mimik tak beraturan.
                “Kelompok permainan? Maksudnya kelompok belajar?”
                Toeng! Sepertinya aku salah menjelaskan. Aku pun menjawab dengan pasrah, “Iya, kayak kelompok belajar Icha gitu..tapi kami dulu belajar banyak. Saling menyayangi, belajar rapi, belajar bersih, belajar disiplin. Icha mau nggak belajar kayak gitu sama Bunda”
                “Boleh! Tapi ntar sore makan ayam goreng ya Bund?, Icha mengeluarkan jurusnya. Ia sungguh terinspirasi Upin Ipin.
                Aku menjawabnya dengan acungan jempol. Icha pun mendekat padaku dan tiba-tiba memelukku. Tak kan kulupa perkataannya saat itu “Bunda, jangan lupa kecoanya diusir ya...”. #gubrak
                Akhirnya aku bisa meluluhkan anak ini. Buah hati yang selalu kupuja.
                “Pulpen mati ini nggak sengaja kusimpan Bund”
                “Trus yang ini?”, seraya aku menunjuk barang-barang lain yang perlu dia jelaskan asal-usulnya.
“Permen karet itu dikasih Rini karena dia nggak suka.”
“Trus kenapa disimpan?”
“Soalnya Rini SDnya nggak sama Icha lagi Bund. Ntar kangen gimana? Kalo uang itu dikasih Nenek. Trus cebong itu baru Icha bawa tadi pagi, dikasih Irwan pas maen di selokan. Kalo bando tu kusimpen buat dipake kalo rambutku udah panjang.. biar cantik. Trus....lalalala”
Icha menjelaskan semua alasan kenapa ia menyimpan barang-barang itu hingga lacinya penuh. Aku pun mendengarkan dengan khidmat. Yup! dia tetap memelukku sambil melihatku membereskan barang-barangnya dan mengatur rapi di dalam lacinya. Tak ada satu pun barang yang aku sisihkan. Semua yang Icha lakukan tetap pantas dihargai. Tak sadar seraya merapikan laci Icha, aku menerawang lagi. Rindu ini memang nikmat. Amat nikmat. Aku sering merasakan kedamaian jika mengingat mereka, keluargaku yang tersebar seantero jagat. Terkhusus teman-teman seperjuangan di kampus yang banyak meninggalkan memori indah hingga saat ini. Memori indah yang menyejukkan hati laksana gerimis. Kami  memancing bersama, dinner, menjenguk yang sakit, silaturahim ke rumah salah satu dari mereka, kebut-kebutan, dan banyak  kenangan manis. Pernah juga kami saling tidak sependapat. Banyak perbedaan yang kadang membuat kesal. Tapi selama ukhuwah ini masih berlandaskan iman yang lurus, segala perbedaan akan menjadi indah karena kami tetap memiliki kesamaan yang dipertemukan olehNya. Hingga tiada momen terindah selain berkumpul dengan mereka di syurga. Kami sedang berjuang kesana.


.......................................

                Tok tok tok...
                “Assalamualaikum...”
                “Wa’alaikum salammm..”
                Aku yakin itu suara Anis. Aku pun segera bergegas keluar. Tak kusangka dia datang lebih awal di saat hujan deras seperti ini. Aku membuka pintu perlahan.. entah apa yang kurasakan. Aku merasa sangat bahagia. Kukedipkan mata. Kupandang sosok anggun di hadapanku dengan gamis warna hijau lumut yang membalas kedipanku. Sosok cantik yang tersenyum padaku dengan mata beningnya. Anis masih secantik dulu.
Aku meluncur memeluknya tanpa berkata-kata. Aku dekap erat seakan-akan aku takut ia kedinginan. Aku memeluknya hingga air mataku meleleh hangat. Hingga Anis menepuk punggungku memberi tanda ia ingin aku melepaskan pelukan. Dia tetap tersenyum manis.
                Tiba-tiba Icha sudah berada di pintu menatap kami berdua. Aku pun langsung menggandengnya dan mengenalkannya pada Anis, “Icha, kenalin ini Tante Anis yang Bunda ceritakan kemarin...”.
                Icha diam sejenak dan kemudian tersenyum, ia langsung mencium tangan Anis, kemudian berkata, “Tante Anis anggota laskar sekawan ya?!”
                Anis terhenyak dan menjawab, “I, I..yyya?”
                Icha sumringah mendengarnya, “Aku juga punya kelompok belajar lo Tante, kami menamainya laskar sekawan junior!”
                Hah! Kamipun tergelak bersama. Tak kusangka. Sejuk.

IBU dan SISIL

Ibu adalah sosok terhormat yang sudah sepantasnya mendapatkan pengabdian terbaik dari seorang anak. Ibu. Menyebut namanya adalah cara terbaik untuk menggetarkan hati di kala rindu. Meresapi nasehatnya adalah langkah terdahsyat  di saat jenuh menyerang. Ibu adalah sosok sempurna tempat bersandar di kala perih menerjang. Ibu tak lelah mendoakan anak-anaknya. Dan bagi anak, mendoakan Ibu adalah minimal yang bisa dilakukan. Akankah seorang anak dan Ibu akan tetap bersama di kehidupan yang akan datang?
            Hari minggu yang mendung. Sisil tidak ada rencana keluar hari ini. Cuciannya menumpuk dan 3 tugas paper belum ia sentuh. Pagi yang dingin ini mengusik Sisil untuk menyeduh teh panas.
            “ Ibu. Ibu mau teh panas? Aku buatkan ya. Sekalian ni. “
            “Boleh. Jangan terlalu panas. Ibu sudah buru-buru.”
            “Kan ini baru jam 6 Ibu.”
            “ Iya. Ibu mau ke tempat Bu Cathrine dulu ngembaliin jas hujan kemarin. Habis itu Ibu langsung ke gereja. Tu dah Ibu masakin sekalian buat makan siang. Mungkin nanti Ibu pulangnya agak telat.”
            “Ow...”
            Sisil sigap menyeduh teh hangat untuk Ibunya. Ibunya sudah menunggu di ruang tamu. Sisil langsung menyerahkan secangkir teh hangat pada Ibunya tersayang. Jarang sekali Sisil ngobrol berdua dengan Ibunya. Di waktu yang pendek itu Sisil merasa lebih dari cukup bisa menikmati teh hangat bersama Ibunya.
            Di tegukan terakhir, Sisil beranjak untuk mengantar ibunya sampai teras depan. Ia memandang tiap langkah Ibunya dengan sangat fokus. Sisil masih sangat rindu. Rindu dengan Ibunya. Rindu sangat. Sisil setengah tak rela membiarkan Ibunya pergi begitu saja. Sisil ingin berada di dekat Ibunya lebih lama. Fokusnya kini menerawang, Sisil membayangkan sosok Ibu yang berbeda. Ibu yang sama dengan keyakinan yang sama.

................................................

            Sisil memilih agamanya sendiri. Saat kelas 3 SD Sisil tersisihkan dari kelas karena hanya dia yang beragama lain. Awalnya ia tak mau ambil pusing dengan itu. Tapi kelama-lamaan ia mulai gerah. Ia merasa dibedakan dengan teman-temanya. Semenjak itu Sisil merajuk ingin masuk Islam. Alasannya hanya sederhana, tak ingin dibedakan. Keinginan Sisil kecil tak menemui rintangan berarti dan ia istiqomah hingga kini. Dukungan ia dapatkan dari Bapaknya yang dulu adalah muslim sebelum menikah. Sisil hidup dalam keluarga yang demokratis. Ia mendapatkan kasih sayang yang berlimpah dari keluarganya. Sisil pun tumbuh menjadi anak yang cerdas dan lincah.
            Hingga suatu waktu datanglah kabar itu. Kabar tentang keputusan orang tuanya untuk berpisah. Sisil tak terima dengan keputusan itu. Berhari-hari ia berdoa demi menyatukan kembali orang tua mereka.
Situasi rumah tak lagi kondusif. Sisil mulai terbebani. Di kamarnya yang remang, Bapaknya menghampiri dengan membawa dua tas pakaian besar.
            “Sisil, sudah. Kamu belajar yang rajin. Ini Bapak tinggalkan alamat Bapak. Kamu bisa ke sana kapan saja. Maafkan Bapak. Inilah takdir. Tapi yakinlah kasih sayang Bapak nggak berkurang sedikitpun padamu.”
            Sisil tetap diam tak bergeming dengan posisi meringkuknya. Air matanya habis. Yang ada hanya getar tubuhnya. Tatapan matanya kosong menerawang foto keluarga yang ia usap berjam-jam. Usapan tangan  mendarat di kepala Sisil dan satu kecupan terasa dingin di pipi kanannya.
            “Jika kamu ingin tinggal sama Bapak, besuk  atau kapanpun kamu mau akan bapak jemput.”. Itulah kata terakhir yang keluar dari lelaki yang sangat Sisil sayangi. Dan malam itu menjadi malam yang ingin Sisil hapus dari kehidupannya.
            Kepergian bapaknya serasa telah membawa separuh semangat hidupnya. Ia merasa sendiri. Setelah kejadian itu, yang ada hanya perih. Yang belum terobati hingga sekarang.
            Adakalanya Sisil ingin sekali pergi bersama ayahnya. Tapi ia tidak nyaman dengan keluarga baru ayahnya. Ia tak mau menyuburkan kebencian yang sudah ada. Baginya sekarang, ibunya adalah segala-galanya. Ia tak mau kehilangan separuh semangat hidupnya lagi.

....................................................

            Minggu pagi itu Sisil awali dengan membaca bahan papernya. Mencuci baju ia urungkan melihat cuaca yang hampir positif akan hujan. Kamar mungilnya merupakan saksi bisu akan kegigihannya menjalani hidup. Buku-buku yang berderet rapi di raknya yang besar adalah bukti keseriusannya menuntut ilmu. Sisil ingin membuat Ibunya bangga. Sisil ingin berilmu hingga dapat membuat Ibunya bahagia.
            Meja belajar warna putih di kamarnya adalah pemberian Ibunya yang paling ia sayangi. Setiap sebelum belajar, Sisil tak lupa berdoa demi kesehatan Ibunya. Seraya menengadahkan tangan, berpuluh-puluh keinginan ia lontarkan dan berpuluh-puluh kata “Ibu” ia ucapkan. Tak jarang air mata membasahi buku-buku di hadapannya. Sisil khawatir, apakah doa-doanya akan dikabulkan. Sisil memohon ampun untuk Ibunya yang menyembah Tuhan yang salah. Akankah diterima doa itu? Sisil menggigit bibir getir.

Kamis, 28 November 2013

TUNTAS URUSAN PRIBADI = TUNTAS URUSAN ORANG LAIN


              Aku sering mengalami ini, biasa penyakit lama adalah sering menunda pekerjaan. Hari ini mau ngerjain skripsi karena besuk harus ketemu dosen pembimbing, eh ternyata ada kabar dosen pembimbing ke luar kota, skripsinya dikerjakan nanti aja lah. Apalagi jika ada godaan lain yang lebih menggiurkan. Emm biasanya selalu seperti itu. Ibarat belanja buat wanita, seringnya yang masuk keranjang belanja adalah barang yag tak masuk list belanjaan. Begitu juga dengan pengerjaan tugas, yang terkerjakan lebih dulu adalah yang tidak masuk list daftar tugas.
           Ah ini kan tugas-tugas gue, urusan gue dunk mau ngerjain kapan?!
           Terserah loe ya, bener banget itu urusan loe, jadi semua akibat nanti loe tanggung sendiri!
        Emang apa sih akibatnya, ini pengalaman pribadi ya... sebenarnya ini adalah maslah manajemen waktu yang kurang baik ditambah penetapan skala prioritas yang kacau, ditambah lagi rasa EGOIS ma sekitar.         What?! Egois?
        Yup! Tanpa kita sadari, kita melakukan sesuatu sikap yang sangat egois dan kita tak menyadarinya. Tapi alkhamdulillah kini aku sadar dan insyaallah bertaubat. Aamiin..
         Egois seperti apa sih yang dimaksud di sini? Oke begini ya kawan-kawan.. lanjutan kasus di atas ya. Akhirnya hari itu aku menunda mengerjakan skripsi. Aku berfikir “ya udah kerjain besuk aja, toh besuk aku kosong dan dosen pembimbing baru bisa ditemui lusa”. Dan hari itu, jreng jreng .. berlalu tanpa menyentuh skripsi (memikirkannya aja 0,123 detik!). Trus besuknya, memang benar aku ngendon di kamar seharian ngerjain skripsi. Tapi, rasanya nggak nyaman banget! Bukan karena waktunya jadi mepet dan aku tergesa-gesa. Tapi di hari itu ada 2 orang yang minta tolong padaku dan aku tolak mentah-mentah dengan alasan “Yah.. aku mau ngerjain skripsi soalnya besuk mau ketemu dosen”. Raut wajah mereka sih memaafkanku, tapi aku sendiri yang sebenarnya tidak bisa memaafkan diri sendiri. Seandainya skripsi ini aku kerjakan kemarin, pasti hari ini bisa nganter mbak Lina benerin printer. Andai aja kemarin aku nggak nunda ngerjain skripsi, pasti hari ini aku bisa ngantar dia jenguk saudaranya. Penyesalan tinggal penyesalan. Hilanglah kebahagiaan bisa menolong orang lain. Aku tak mau kehilangan kesempatan seperti itu lagi. Egois kan? So, nggak ada waktu berleha-leha, PIKIRKAN HARI INI KERJAKAN HARI INI> >>> This is solution! Segera selesaikan urusanmu, agar tidak mendzalimi untuk urusan orang lain.

Selasa, 26 November 2013

SEPI ADALAH TEMAN ABADI



             Sepi menurutku adalah perasaan dimana kita merasa sendiri atau hati ini merasa hampa. Perasaan sepi beda dengan keadaan sepi. Sepi yang melanda hati adalah di saat kita merasa tidak bahagia, merasa tidak punya teman, merasa tidak diperhatikan. Meskipun sebenarnya teman kita banyak, anggota keluarga semuanya perhatian, dan gaduh pun sebenarnya terdengar.
             Aku mencari tahu kenapa rasa ini bisa muncul begiru saja. Tak terdefinisikan apa penyebabnya. Dari berbagai sumber yang inshaallah benar, penyebab rasa sepi ini adalah karena kedekatan kita dengan Allah berkurang. Jadi perasaan sepi dekat dengan futur dunk? Ya kira-kira begitu....
              Jadi di saat merasa sepi yang aneh-aneh plus nggak nyaman gitu, ingat allah, ingat allah, perbanyak istighfar, selanjutkan, sibukkan diri dengan kegiatan positif. Jika kamu tidak disibukkan dengan kebaikan, maka keburukan akan menyibukkanmu.
              Keep istiqomah !!!

MISTERI ITU BUTUH PERSIAPAN YANG MATANG

                 Hidup ini penuh dengan misteri yang indah. Sungguh beruntung kita tidak tahu berapa nilai ujian mid semester besuk. Kalau kita tahu duluan, nggak seru banget kan. Apalagi kalu kita tahu siapa jodoh kita nanti, ah tambah nggak seru lagi. Nggak ada surprise-surprise nya. Banyak yang bilang kalo jodoh adalah misteri Tuhan yang paling mendebarkan. Iya sih. Tapi masih ada misteri yang paling mendebarkan dan tiada tandingannya. Apakah itu?! Apalagi kalau bukan misteri kematian. Ada yang bugar jam satu, eh jam 2 sudah lemes tak berdetak jantung. Ada yang minggu depan wisuda, eh kecelakaan pas pinjem toga. Ada yang besuk nikah, eh calonnya dipanggil Tuhan duluan.
                Orang yang paling cerdas adalah orang yang selalu ingat kematian. Pernahkah kita mengingatnya? Tentu pernah lah ya.. tapi sesering apa? Dan semendalam apa? Atau Cuma buat bahan renungan biar nangis aja dan setelah itu selesai?
                Umumnya orang tak akan siap didatangi kematian kapanpun. Bisa aja pas makan pizza eh ada bom meletus. Ah tau ah ngeri sendiri bayanginnya. Tapi, yang sering aku bayangkan adalah kecelakaan lalu lintas. Saking banyaknya angka kecelakaan lalu lintas dan semakin meningkat tiap tahun. Semisal aku mau pergi terutama ke luar kota, aku akan berusaha menyiapkan semuanya. Terutama adalah mencatat hutang dan barang-barang orang yag kubawa. Siapa tahu aku meninggal karena kecelakaan di jalan sehingga banyak hak orang yang aku bawa namun nantinya tidak tersampaikan. Aku juga yang rugi. Rugi di akhirat lagi, siapa yang akan bantu nanggung.
              Jadi, tidak ada keadaan paling siap untuk penjemputan nyawa itu, yang ada adalah kita bisa mempersiapkannya semaksimal mungkin, selagi masih ada waktu.

               

Rabu, 04 September 2013

C FAMILY

Ada cerita tentang kita
Empat pemimpi dengan asa masing-masing..
Entah esok, lusa, kapanpun..
Kita partner selamanya..

Jumat, 23 Agustus 2013

AKAL


Detik ini kita sudah sampai di sini, di tempat yang berbeda saat pagi tadi kita berada. Ikan di kolam itu sudah semakin gembung. Harum melati semerbak. Dan aku, kini tak seperti dulu. Dulu.. saat aku tak malu berkaca dan bergaya. Dengan berbinar, Ibu  bilang prestasiku semakin cemerlang. Di pagi hari, Bapak selalu berbagi kopi hangat denganku seraya berpesan aku tidak boleh nakal di sekolah. Tiada masa yang paling menyenangkan selain masa miniku. Aku selalu merasa menjadi yang terbaik. Tak apa jika ada teman yang tak mau main denganku, pasti dia iri, lagian dia juga anak nakal sedangkan aku anak baik. Buktinya Ibu Guru selalu memujiku. Aku paling senang dipuji. Rasa senangnya seperti mendapat permen coklat setruk, nggak habis dimakan sebulan. Semua indah.
            Hidup ini adalah kisah terindah bagiku, bagimu, dan bagi seluruh manusia di muka bumi. Kita adalah makhluk sempurna yang tidak begitu saja ada. Kita tahu bahwa kita adalah makhluk terbaik yang Allah ciptakan untuk menghuni planet terkaya ini. Hingga malaikat pun sempat protes saat adam diciptakan. Malaikat beranggapan buat apa menciptakan mausia sementara sudah ada mereka yang senantiasa patuh dan mengagungkan nama Allah. Hingga akhirnya mereka terdiam saat melihat adam mampu menyebutkan nama-nama benda di bumi dan nama-nama benda di syurga. Allah mengajari adam, tidak malaikat. Manusia punya akal yang tak dipunyai makhluk lain.
            Yup akal. Akal inilah yang menyadarkanku tentang masa kecil yang tlah berlalu. Ikan di kolam itu kini pergi, airnya menghitam. Bau melati menghilang. Bapak Ibu membiarkanku lebih mandiri dan tak banyak memuji. Ah tak apa. Semua demi kebaikanku. Aku sudah sadar aku tak seimut dulu. Pita-pita itu sudah tak pantas kupakai. Butuh waktu untuk menyadari semua perubahan ini hingga akhirnya aku mengerti akal ini adalah bukti kesempurnaan ciptaan Allah. Tak ada manusia yang seperti malaikat tanpa sayap. Ada-ada saja. Selama masih berakal kita tetap jadi manusia tulen.
            Aku menjalani semuanya dengan usaha terbaik. Lagi,  akal membantuku untuk memilih ingin berada di syurga dan neraka. Orang gila pun tak akan mau masuk dalam kobaran api yang menyala dahsyat. Hih. Berbekal akal aku menuntut ilmu hingga aku mengerti bahwa kasih sayang Allah pada kita melebihi kasih sayang siapapun, termasuk Ibu Bapak kita. Tak ada seorang Ibu yang tega membakar anaknya, apalagi Allah yang Maha Pengasih pada hambaNya. Allah tak kan tega memasukkan hambaNya ke dalam neraka. Trus bagi mereka yang akhirnya masuk neraka? Ya itu karena pilihan mereka sendiri.
            Aku berusaha selalu menambah ibadahku. Jangankan sholat wajib, semua sholat sunnah sudah aku coba. Jangankan khatam alqur’an sekali sebulan, kini aku malah sudah menghafal banyak juz alquran. Jangankan ngaji mingguan, sarapan saja aku sambil dengerin pengajian. Puasa sunnah, sudah biasa sih. Banyak lah.. Usaha terakhirku adalah untuk istiqomah menjalani semua ini. Insyaallah syurga kudapat. Aku menjalani semuanya dengan suka cita. Alhamdulillah aku berada di lingkungan yang baik sih, insyaallah orang-orangnya sholeh sholeha. Hmm senangnya... Tak apa cape ngurusi dakwah kesana kemari. Tak apalah nggak beli baju baru demi tawadu’. Tak apalah nggak gaul sama dia, kan dia anak nakal, sedangkan aku anak baik, buktinya..., buktinya..., buktinya. –Ibu tidak memuji kebaikanku... Allah memujiku? Allah?? Kok pikiran masa kecilku masih ada?!- Deg!
            Astaghfirullah...!! tamparan terdahsyat bagiku. Serasa jatuh dari ketinggian Gunung Rinjani seraya ditampar di tiap 5cm nya.
Banyak orang merasa banyak sekali beribadah dan percaya bahwa ibadahnya lah yang akan membawanya ke syurga. Ia merasa tak berdosa, padahal...., di situlah letak dosanya. Orang seperti ini akan ditukar tempat dengan orang yang banyak dosa namun ia sadar akan perbuatannya dan selalu berusaha bangkit. Pelacur yang taubat dipindah ke syurga, dai yang suombong dipindah ke neraka. Di sinilah peran akal sesungguhnya, untuk membuat kita menemukan cara bangkit di saat terjatuh dalam dosa. Allah mengajarkan kita melalui akal.
Aku tersadar ..
            Kolam itu menghitam karena ulahku, melati itu tak berbunga karena aku, dosaku..