Selasa, 27 Juni 2017

VBAC STORY



.............
Perutku terasa agak kencang-kencang. Jujur aku mulai galau. Tapi keyakinanku untuk VBAC masih sangatlah kuat. Dan khusnudzonku pada Alloh selalu tinggi. Aku ingat dulu setelah menjalani SC dan dilanda sedih, keyakinanku muncul bahwa ah Alloh ingin aku merasakan VBAC...

Tapi kembali lagi, kesehatan bayiku adalah yang utama. Bagaimanapun prosesnya nanti aku akan berupaya semaksimal mungkin memberikan yang terbaik. Aku akan memohon sungguh-sungguh pada Alloh untuk diberikan yang terbaik.

Banyak hajatku yang dimudahkan oleh Alloh. Asal tujuan hajatku baik, aku yakin Alloh meridhoi. Untuk VBAC ini, jelas aku ingin merasakan jihad seorang ibu yaitu melahirkan. VBAC bukan untuk dipamerkan. Masih banyak proses selanjutnya setelah melahirkan yang harus aku ikhtiarkan dengan baik.
...........


Di atas adalah penggalan tulisan di diaryku tertanggal 19 Juni 2017 (H-1 persalinan). Aku belajar sabar, berkhusnudzon pada Alloh, dan selalu bersyukur atas rencana Alloh. Alhamdulillah ikhtiar dan doa untuk VBAC diijabah Alloh dengan proses  yang mudah.

Setelah tahu hamil anak kedua, browsing VBAC story adalah kegiatan rutin hingga menjelang persalinan. Banyak sekali VBAC story yang berhasil menyemangati diri. Semoga VBAC storyku ini juga bermanfaat yang sama untuk pembaca lainnya. 

Pagi bakda subuh mulai muncul gelombang cinta yang ditunggu-tunggu. Aku langsung sumringah. Aku memajang skema birthplan yang sudah kubuat. Skema ini membantu mengingatkan tentang apa-apa yang sebaiknya kulakukan saat kontraksi datang. Untuk menghadapi nikmatnya kontraksi, aku harus rilkes dan menguasai nafas. Itu adalah kuncinya. 

Aku memutuskan tidak segera memberi tahu anggota keluarga yang lain terlalu dini. Aku mandi air hangat untuk langkah awal agar tetap rileks. Setelah mandi aku berusaha tetap aktif seperti mencuci dan jalan kaki meskipun hanya di dalam rumah. Sesuai niatan semula, aku ingin bertahan selama mungkin di rumah atau tidak langsung berangkat ke bidan untuk menghindari intervensi medis yang belum perlu. Alasan paling jujur sih aku takut kalau langsung dirujuk dan divonis sesar lagi. hehe Jadi pengennya ke bidan kalau sudah nggak tahan dan tinggal mbrojol di sana. Suami berangkat kerja seperti  biasa. Aku meyakinkannya untuk tidak khawatir. 

Oke, saatnya mempraktekkan segala ilmu persalinan yang aku pelajari. Aku tetap aktif jalan kaki meski pelan agar posisi bayi cepat turun. Aku juga berusaha tersenyum saat kontraksi datang. Ya memang tidak mudah. Apalagi semakin lama kontraksi semakin aduhai rasanya. Oh ya tak lupa aku  nyemil kurma. Aku siapkan 7 butir kurma dan aku camil pelan-pelan di sela kontraksi. Aku juga berusaha minum air putih yang banyak. Aku ingin kondisi fisikku tetap prima. Jangan sampai lelah di awal. 

Aku menyalakan aplikasi contraction timer. Dan ternyata kontraksiku sudah per 5menit. Jam 8 pagi aku mencoba untuk tidur dengan posisi miring ke kiri serta memeluk guling yang tinggi agar jalan lahir lebih terbuka. Aku ingin tidur untuk hemat energi. Aku tidur di sela-sela kontraksi. Jam 9 aku putuskan bangun dan mencoba aktif gerak lagi. Posisi badan lebih baik vertikal agar bayi cepat turun. Gelombang cinta semakin nikmat. Dibutuhkan usaha lebih untuk tetap rileks dan menjaga nafas. Aku juga mulai bolak-balik kamar mandi untuk buang air kecil. Keringat mulai muncul. Aku mencoba goyang di gymball, merangkak, memeluk tumpukan bantal, jongkok, dan berbagai posisi. Hingga jam 11 muncul rasa ingin mengejan. Saat ke kamar mandi, susah sekali menahan rasa ini. Aku telfon suami minta segera pulang dan minta dibawakan eskrim, you c 1000, serta pocari. Aku berfikir aku butuh asupan lebih tapi yang mudah dimakan alias tinggal lep.

Sambil menunggu suami pulang aku kembali ke posisi tidur miring. Susah sekali menahan rasa ingin mengejan. Nafasku mulai berantakan. Aku mulai susah untuk menahan suara. Sesekali muncul rintihan. Menjelang dzuhur satu persatu anggota keluarga mulai datang. Ada ibu, kakak, dan suami akhirnya datang menemani. Puncak perjuangan persalinan dimulai. Semua berjalan begitu cepat hingga akhirnya bidan datang dan bayi VBACku lahir tepat jam 12.30 di kamarku sendiri. Alhamdulillah...

Tak ada niatan melahirkan di rumah. Bahkan bidan yang menolong persalinanku ini (Bu Chusnul) adalah bidan yang selalu mengingatkanku untuk melahirkan di RS. Bahkan aku belum pernah periksa ke Bu Chusnul. Tapi bagaimanalagi, bayi ini sudah ditakdirkan lahir kapan, bagaimana, ditolong siapa. Alhamdulillah, semua melebihi ekspektasi yang kuharapkan.

Rasanya plong sekali. Suami memberikan selamat. Aku sendiri tak hentinya memuji Yang Maha Kuasa. Ternyata memang nikmat sekali dapat mengalami persalinan alami setelah sebelumnya melahirkan dengan operasi sesar. Kini aku sudah merasakan keduanya. Keduanya jelas amat berbeda. Hal terpenting adalah selalu ada hikmah di setiap proses persalinan. 
 
baby sama ponakan
“Kok mudah sekali bisa lairan di rumah, VBAC lagi.. “

Komentar seperti itu muncul disertai wawancara bagaimana bisa sukses VBAC. Nah aku mau berbagi pengalaman aja. Soal kunci sukses VBAC, kuncinya ya Alloh ngasih ijin apa engga. Dan Alloh tak akan menyia-nyiakan ikhtiar dan doa hambanya. Menurutku seperti itu. 

Aku menjalani operasi sesar pada Februari 2016. Detak jantung janin melemah dan dokter langsung memutuskan operasi. Entah apa penyebabnya, bisa jadi karena aku stres setelah sebelumnya divonis SC karena baby besar, ada lilitan dan belum masuk panggul. 
Saat tahu hamil lagi, tekad untuk VBAC amatlah kuat. Aku yang berdomisili di Madiun menjalani pemeriksaan pertama di Jogja demi bertemu nakes yang proVBAC. Dari awal aku berniat bersalin di Jogja karena di Madiun belum ada nakes yang proVBAC apalagi dengan kasusku (jarak kehamilan kurang dari 2 tahun). Aku memperbanyak bacaan tentang proses persalinan. Aku juga banyak membaca VBAC story untuk menyemangati diri. Banyak hal yang kulakukan. Dan yang paling berperan terutama untuk menjaga semangat VBAC adalah gabung dengan komunitas VBAC support via WA. Segala gundah gulana dapat dishare disitu dan kami saling menyemangati.

Dari segi nutrisi aku mengkonsumsi madu, kurma, dan minyak zaitun. Untuk luka SC, aku konsumsi jelly gamat dan sesekali melakukan Scare massage.  Tentang luka bekas operasi SC sebenarnya tidak aku khawatir akan karena selama ini tidak ada keluhan yang berarti. Aku yakin luka ini bukan halangan. 

Masuk semester ketiga, aku mulai fokus pada persiapan persalainan. Ikhtiar yang belom maksimal kuupayakan lebih maksimal lagi. Oh ya selama kehamilan ini aku USG di bidan, tidak ke dokter. Hanya ada 1 bidan di Madiun yang support keinginanku untuk VBAC. Aku menemukannya di trimester ketiga. Di sanalah aku rutin menjalani pemeriksaan.  Nama bidannya Bu Titik.

Nutrisi terus berjalan. Masuk 8 bulan aku mulai latihan gerak berupa senam dan lainnya. Semuanya ada di google. Tinggal ketik apa yang aku khawatirkan atau tentang apa yang ingin aku pelajari. 

Tiba saatnya hingga usia kandungan 38 week. Berbagai  cara induksi alami kulakukan. Menjelang HPL, gelombang cinta tak kunjung datang. Saudara dan sahabat mulai menanyakan kabar. Aku tetap tersenyum dan yakin bahwa gelombang cinta akan datang tepat pada waktunya. Di saat perut mulai terasa berat, aku mengurangi latihan fisik. Aku lebih memperbanyak doa, bersikap lebih baik lagi pada suami, dan aku juga rutin melakukan ruqyah mandiri sesuai saran teman. Interaksi dengan alquran aku kuatkan. Apalagi di momen ramadhan suasananya sangat mendukung. 

Banyak yang meragukan apakah aku akan berhasil VBAC dengan kondisiku sekarang. Jarak operasi dan kehamilan kedua hanya 7 bulan, bayiku diperkirakan besar hingga menjelang persalinan belum masuk panggul, tinggi badanku kurang dari 150 cm (tergolong imut). 

Sebenarnya bayi belum masuk panggul adalah hal utama yang membuatku resah di masa akhir kehamilan. Aku sudah squat, jalan kaki, naik turun tangga, main gymbal, rutin kulakukan setiap hari. Nyatanya bayi tetap belum masuk panggul. Tak jarang orang berkomentar “kok bayinya belum turun” saat melihat perutku masih buncit di atas. Aku banyak baca lagi bahwa ternyata ada teknik bayi yang menyesuaikan jalan lahirnya. Tulang kepala bayi bisa bertumpuk menyesuaikan jalan lahir atau panggul saat persalinan. Namanya moulase. Hal ini membuatku kembali yakin aku bisa. 

Dan ternyata bisa! Anak kedua ini lahir dengan berat badan 3,5 kg padahal kakaknya yang sesar 3,3 kg. Anak pertama lahir di 41 w dan anak kedua lahir jalan 42 w. Aku sudah berusaha diet seperti mengurangi gula dan makan beras merah. Tapi bayinya masih tergolong gendut. Kini aku percaya bahwa untuk sukses VBAC belum tentu berat badan anak kedua harus lebih kecil dari anak pertama. 

Dan aku juga percaya bahwa kebanyakan kasus VBAC itu mundur dari HPL. Dan inilah masa terberat. Menunggu kontraksi datang dan semakin banyak yang menanyakan kabar. Mental ibu diuji apakah bisa goyah atau bertahan. 

Apakah setelah sesar sebaiknya diusahakan vbac?

Oh tentu! Melahirkan adalah fitrah seorang wanita. Vbac sebaiknya diupayakan karena melahirkan secara pervaginam adalah proses alami yang amazing. Coba deh! Sesar tidak buruk jika dilakukan dengan indikasi yang tepat. 

Kalau ditanya lagi kunci sukses VBAC?

Menurut saya kuncinya adalah yakin. Yakin bahwa kita bisa. Kalau ada keraguan, cari penyebab keraguan itu dan tuntaskan. Dan Alloh nggak akan menyia-nyiakan usaha dan doa hambaNya. Setiap ibu yang melahirkan secara sesar punya penyebab masing-masing dan tentu kasusnya beda-beda. Jadi setelah yakin, adalah berdayakan diri sendiri. Perbanyak baca, pelajari banyak hal tentang kehamilan dan persalinan, praktekkan tips dan trik yang sudah dipelajari. Dan yang tak kalah penting adalah siapkan fisik dan mental menjelang persalinan. Tak jarang saat gelombang cinta datang semua jadi ambyar, gagal memanage rasa sakit, tak ada dukungan nakes, sehingga pasrah untuk sesar berulang. 
Saat semua sudah diupayakan, otomatis keyakinan juga akan semakin kuat. Kalau tidak yakin dengan diri sendiri, mohon sama Alloh robbi yasir wala tu’assir... Alloh yang akan memampukan.