Minggu, 14 Agustus 2016

GAYA HIDUP “ZERO WASTE”

Bismillah.. selagi si dedek lagi ikut Yang Ti.. akhirny bisa nulis blog. Alhamdulillah..
Hari ini mau nulis apa? Tentang Zero Waste? Yuhu..

Setelah menikah dan menjadi ibu, tanggung jawab otomatis akan bertambah. Tanggung jawab kepada diri sendiri, tanggung jawab kepada keluarga, dan yang lebih besar lagi adalah tanggung jawab kepada masyarakat atau lingkungan.

Kampung saya termasuk daerah rawan banjir. Banjir terakhir, air kotor itu berhasil memorakporandakan seluruh isi rumah. Kenangan manis. Saat SMA saya bergabung dengan organisasi pecinta alam SMA. Dan kini ketertarikan akan alam dan peduli lingkungan merebak kembali. Apalagi semenjak dedek lahir, mempersiapkan MPASI yang sehat dan alami, bagaimana mengurangi limbah pospak, dan yang terpikir lebih panjang lagi adalah bagaimana keadaan bumi ini saat si dedek udah besar nanti. Jelas kualitas udara saja misalnya, akan sangat berbeda. Terus bagaimana anak cucu saya nanti? Anak cucu kita, keturunan kita, penerus generasi bangsa... Nggak harus anak muda kan yang punya gerakan peduli lingkungan. Justru emak-emak kaya saya ni lo yang sering nyumbang limbah alias sampah rumah tangga. Kalau emak-emaknya peduli lingkungan dan tau prinsip zero waste, nggak kebayang kan bagaimana hasilnya.

Sampah memang selalu dihasilkan di setiap kegiatan manusia, nggak dapat dihindarkan. Tapi sampah dapat dikurangi alias dikendalikan lho... Bagaimana caranya? Banyak sekali caranya.. saya sendiri sedang senang belajar akan hal ini. untuk mendokumentasikan apa yang saya pelajari dan mengajak yang lain bersama-sama belajar, saya membuat akun instagram @madiunhijau. Murni untuk belajar bersama. Bukan untuk jualan ya Sis... hehehhe. Harapannya nggak harus ribuan followers.  Misalkan saja 50 followers tapi mereka follow karena benar-benar tertarik dan mau bergerak bersama, itu sudah lebih dari cukup.

Kenapa madiun? Karena madiun adalah tempat kelahiran saya dan sepertinya di sini belum ada komunitas serupa. Di kota lain sudah ada beberapa. Mereka menerapkan bank sampah hingga menjual produk hasil olahan sampah. Saya sih belum berpikir targetnya  ke sana. Sekarang masih tahap belajar dulu.. banyak baca dan dibarengi dengan praktek.

Prakteknya kapan? Bisa sekarang juga sih. Karena minim ilmu saya memang benar-benar masih belajar ni. Namun saya bertekad untuk memraktekkan apa yang sudah saya baca. Contohnya saja tentang popok si dedek. Saya pake clodi alias popok cuci ulang. Jangan ditanya kelebihannya apa. Jelas lebih unggul di pospak (popok sekali pakai) dalam hal kepraktisan dan daya serap. Pake clodi tu semata-mata untuk menerapkan ramah lingkungan. Kalo kluar rumah seharian (misalkan lebaran), saya tetap pake pospak. Tapi jujur nih, kalo mau buang pospak bekas tu rasa bersalahnya gede banget. Sampah inilah yang jadi salah satu penyebab banjir di kampung saya. Langsung deh cari referensi yang sesuai. Dan akhirnya sekarang saya kumpulkan tu limbah pospak kecali yang kena pup ya. Kalau yang nggak kena pup saya kumpulin di ember tertutup. Kalau sudah penuh saya siram air, kluarin gelnya trus dimanfaatin buat nanam cabe di pot. Gelnya buat campuran tanah biar nampung airnya lebih lama. Baru plastiknya dibuang. Kalau limbah pospak yang sudah kena pup ya terpaksa harus dibuang. Alhamdulillah kemarin tu saya timbun yang harus dibuang di dalam tanah sebelum mau bangun rumah. Saya ingin sekali menerapkan zero waste nantinya. Jadi kudu banyak belajar nih. Mohon doanya ya.... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar