Senin, 29 Desember 2014

RESOLUSI 2015



Huh hah!!
Sebenarnya aku tak tau apakah ada yang akan membaca tulisanku ini. Yang jelas aku suka menulis dan terserah jika saja publikasi yang aku lakukan ini belum mendapat respon. Mmm...setidaknya aku ingin menghargai diriku sendiri yang sebelumnya tak berani menulis di blog namun hanya berani bercerita panjang lebar di diary saja. Sebenarnya aku kurang menyukai sikap terlalu terbuka namun kini aku percaya bahwa apapun keinginan kita, salah satu hal paling penting yang harus kita lakukan adalah berani membaginya kepada orang lain.
Pasti ada yang kurang suka dengan blogger yang suka membagi cerita pribadinya. Tapi kini aku tahu bahwa seorang penulis buku diawali dengan menulis blog. Yeah itu adalah salah satu resolusiku untuk tahun 2015. Aku ingin menerbitkan 1 buku... dan memaksa diri untuk aktif menulis blog harus aku lakukan demi tercapainya targetku tahun depan. Selain itu, kan ceritanya aku sudah menikah ni... aku inginmembuktikan bahwa tak ada ceritanya bahwa sebuah pernikahan akan menghentikan mimpi salah satu atau bahkan keduanya. Intinya adalah, aku sangat setuju dengan –namanya aku lupa siapa- pendiri Body Shop. Bahwasanya suami istri harus saling melengkapi, mendukung untuk mencapai mimpi, baik itu mimpi pribadi maupun mimpi bersama. 
Itulah tujuan utamaku menulis artikel ini. Resolusi 2015. Mungkin sedikit klise. Tapi 1 Januari adalah hari lahirku sehingga momen tahun baru adalah waktu yang tepat khususnya untukku untuk kembali pada tujuan yang benar. So, langsung ajah ya..
Pertama...
Aku ingin usahaku bisa menambah pegawai. Ceritanya nih aku punya usaha baru banget –baru november kmarin dimulai-. Dan alhamdulillah sudah bisa mempekerjakan 1 pegawai meskipun masih harian. Mmm.. dan nikmatnya punya usaha tu menurutku adalah di saat aku bisa merekrut pegawai. Kalo orderan lagi sepi, beh... yang dipikirin bukan diri sendiri. Yang utama dipikirkan adalah, trus bayar pegawai gimana dunk..
Kiat untuk mencapai target ini, aku harus mengefektifkan jam kerja. Meskipun banyak yang bilang pengusaha tu jam kerjanya fleksibel, tapi ya tetep kudu disiplin. Apalagi newbie kayak aku.
Semoga sebelum lebaran sudah terealisasi.
Kedua..
Menerbitkan 1 buku. Ini nih target tauh 2015 yang berhubungan langsung dengan aktifitas ngeblog. Di tahun 2014, alhamdulillah tulisanku sudah masuk dalam 2 antologi cerpen. Senang.. sangat bersyukur. Tapi aku bertekad aku harus punya buku sendiri. Tujuannya apa? Ya berkarya dong. Masa hari gini aku beli buku orang terus.. sekali-sekali orang yang baca bukuku lah. Ini juga dikatakan oleh Kak Muhammad Assad dalam bukunya. Dan... buku beliau ni terbit best seller loh. Trus, sumbernya kebanyakan dari blog yang beliau tulis. Nah, aku juga terinspirasi untuk aktif ngeblog untuk mengasah ketekunanku dalam menulis. Harapannya banyak yang akan baca. Kalau respon untuk blog baik, harapannya ntar respon baik juga untuk bukuku. Aamiin ...
Kiat untuk target ini, untuk percobaan, selama 2 bulan ini aku akan aktif menulis di blog. Menulis apa yang ingin aku tulis. Biarlah arahnya kemana saja. Aku ingin tahu karakterku dalam menulis. Trus habis itu nulis buku deh... mmm sebenarnya ku sudah ada draft novel yang bisa kuperbaiki. Tapi, aku ingin menyempurnakannya di saat aku sudah PD. Bismillah.. berkarya jagan setengah-setengah. Deadline yang aku buat sih April J. Bisa!
Ketiga...
Hafal 10 jus alqur’an. Jadi cerita awalnya aku menargetkan mengkhatamkan hafalan tahun 2018. Jadi, tahun depan aku harus sudah mengantongi 1 jus. Untuk sekarang baru jalan 2 jus dengan waktu setoran 2 kali seminggu. Kiatnya sekarang adalah menambah target setoran hafalan.. harusnya 1 hari 1 halaman. Asal yakin bisa dan niatnya lurus. biidznillah.
Kalau yang ini deadlinenya akhir tahun ya... kudu istiqomah.
Keempat..
Aku ingin mempunyai perpustakaan di rumah. Semenjak aku hobby membaca dan kemudian mengoleksi buku, aku sudah bertekad untuk membuka perpustakaan gratis di rumah suatu saat nanti. Dengan modal koleksi buku yang sekarang, bisa deh aku merintis perpustakaan gratis itu dengan membuat perpustakaan pribadi dulu. Tentunya menyiapkan rak buku yang besar, mendata buku, menandai buku, merapikannya...
Kalau yang ini deadlinenya akhir tahun juga hehehe
Sekian...
Aku ingin di saat aku menulis RESOLUSI 2016, aku sudah mencapai target-targetku di atas. Aamiin
Artikel ini aku tulis 2 hari menjelang 1 Januari dimana umurku akan menjadi 24 tahun. Jadi sekarang masih 23 ya hehe
Terimakasih surprise dari suami.. motor matic merah.. ceritanya suami nggak tahan ngasih hadiahnya nunggu tahun baru. Nggak papa lah..
Ayo tuliskan targetmu tahun depan!

Jumat, 12 Desember 2014

BIDADARIKU PERGI

    


            Gerimis pagi ini membuatku bertahan di rumah. Aku bersantai di ruang tamu menatap gerimis yang semakin menderas. Aku ingin bertahan di sini. Sepilu apapun, aku ingin tetap menunggu di sini. Aku berharap hujan membawa bidadariku kembali.

...............................................

            “Ibu. Ibu mau teh panas? Aku buatkan ya.. Dingin Brrr“ Aku mengusap-usapkan kedua telapak tanganku.
            “Boleh. Jangan terlalu panas. Ibu sudah buru-buru.” Ibu mengelap sepatu hitamnya hingga kinclong.
            “Kan ini baru jam 6 Bu.. Di luar juga masih hujan.”
“ Iya. Ibu mau ke tempat Bu Widya dulu ngembaliin jas hujan kemarin. Habis itu langsung ke toko. Tu dah Ibu masakin sekalian buat makan siang. Ibu pulang sore ya. Weekend gini biasanya toko rame.”
            “Ow...”
            Aku dengan sigap menyeduh teh hangat untuk Ibu. Pagi yang dingin ini adalah kehangatan bagiku. Sudah lebih dari cukup bagiku demi bercerita tentang tugas sekolah yang luar biasa pada Ibu. Ibu mendengarkanku dengan seksama. Akupun bercerita dengan antusias bahwa aku terpilih untuk mewakili kelas lomba debat bahasa inggris SMA tingkat provinsi. Aku dan Ibu menikmati teh bersama, bercerita, dengan back sound rintik hujan.
            “Nanti kalu aku menang lombanya, Ibu mau kasih aku apa?” Aku menatap manja pada Ibu dan Ibu membalas dengan senyum lembutnya. Senyuman Ibu sungguh mendamaikan.
            “Semua yang Ibu punya adalah punya kamu Nak.. tapi tetap nanti akan Ibu siapkan hadiah spesial untuk kamu yang spesial..” Ibu bicara dengan sangat keibuan.
            Tegukan terakhir meredupkan mataku yang tadinya berbinar. Aku  langsung beranjak mengikuti langkah Ibu hingga teras depan. Ibu membuka payungnya dan langsung pergi menembus hujan. Aku memandang tiap langkah Ibu dengan lebih fokus, hingga Ibu belok ke kanan menghilang dari pandanganku. Rasanya aku masih sangat rindu. Masih ingin bersama selalu.

................................................

            Sejak saat itu, aku merasa bulan tak lagi menerangi malam yang selalu membunuh dengan racun sepi. Sepi itu menelusup jauh hingga jariku tak lagi bisa mengingat seperti apa itu hangat. Hatiku tak mengenal kata sedih. Mataku tak menghiraukan cahaya. Semua remang dan tak berbentuk. Apalagi jika hujan datang, sempurnalah segala yang kurasa.
            “Semua yang Ibu punya adalah punya kamu Nak.. tapi tetap nanti akan Ibu siapkan hadiah spesial untuk kamu yang spesial..” Terngiang perkataan terakhir Ibu yang hingga saat ini tak membawa hadiah spesial itu. Bahkan Ibu tak pulang lagi. Aku hanya ingin Ibu pulang. Tak apa tak membawa apapun. Aku hanya ingin Ibu pulang. Tak apa jika tak sempat minum teh denganku. Aku hanya ingin Ibu pulang. Tak apa jika tak memasak untukku. Aku hanya ingin Ibu pulang. Aku akan belajar lebih giat untuk membuat Ibu bangga.
            Ibu adalah bidadariku. Menyebut namanya adalah cara terbaik untuk menggetarkan hati di kala rindu. Meresapi nasehatnya adalah langkah terbaik di saat jenuh menyerang. Ibu adalah sosok sempurna tempat bersandar di kala perih menerjang. Ibu tak lelah mendoakan anak-anaknya. Akankah seorang anak dan Ibu akan tetap bersama di kehidupan yang akan datang? Ah! Bahkan aku belum sempat membuat janji dengan Ibu untuk bertemu lagi nantinya.
            Satu tahun, dua tahun, Ibu tak kunjung pulang. Aku sering menulis surat untuk Ibu di meja putih di kamarku. Meja putih cantik pemberian Ibu yang paling kusayangi. Aku gemar menulis di meja itu. Setiap sebelum belajar, aku tak pernah lupa berdoa agar Ibu sehat selalu. Seraya menengadahkan tangan, berpuluh-puluh keinginan kulontarkan dan berpuluh-puluh kata “Ibu” kuucapkan.
.............................................

            Hujan semakin deras. Hujan seperti inilah yang membawa bidadariku pergi. Aku yakin hujan akan memulangkannya segera. Aku menunggu dengan diam. Menantang hujan yang sebenarnya ingin berkawan. Aku menunggu seraya bernegoisasi dengan hujan. Hujan yang seharusnya mendamaikan ternyata berkhianat padaku. Hingga saat pelangi datang, aku menggigit bibir. Bidadariku tak pulang hari ini. Berapa hujan lagi yang harus kulewatkan?























ABONKU

    

Aku setuju bahwa hidup adalah pilihan. Dan ini adalah pilihanku. Aku ingin berwirausaha, dan tidak melamar kerja. Titik.
Semua tentang wirausaha membuatku bergairah. Dan kini aku meyakini bahwa menuruti gairah hidupku adalah tanggung jawab terhadap diriku sendiri. This is my passion! .Tantangannya adalah  aku harus memperjuangkan pilihanku. Aku tahu tak akan mudah. Tapi aku yakin aku tidak akan menyerah.
Jiwa wirausaha tumbuh pesat dalam diriku saat aku di bangku kuliah. Dua tahun terakhir menjadi mahasiswa, aku menjalani usaha bersama dengan 2 orang temanku. Kami berjualan produk herbal. Butuh waktu selama itu pula aku meyakinkan ibu bahwa aku tidak akan bekerja setelah lulus kuliah. Aku benar-benar kecantol dengan dunia wirausaha. Aku tak akan pernah menyalahkan kesibukanku berjualan teh herbal saat itu sehingga penyelesaian skripsiku molor. Penyebabnya adalah aku tak fokus. Jelas saja apa yang lebih menarik bagi kita akan menguras lebih banyak perhatian daripada yang lainnya. Hingga akhirnya, aku cuti dari aktifitas usaha dan fokus pada skripsi sekitar 2 bulan lebih. Aku simpan semangat wirausahaku.
Aku ingat sekali kakak menasehati pilihanku, “Idealisme yang terbentuk semasa kuliah itu bagus. Tapi pada saatnya nanti kamu akan tahu bagaimana idealismemu akan luntur. Seiring kamu dewasa, berumah tangga, dan terjun ke masyarakat, kamu akan tahu bagaimana realita hidup yang sebenarnya. Persaingan di dunia wirausaha pun semakin ketat.” Sebenarnya aku tak memikirkan untung rugi secara teknis. Aku hanya tak ingin membohongi diri sendiri. Alhamdulillah, aku bersyukur aku tak goyah mendengar nasehat kakak. Aku tetap mengabaikan job fair, tak memusingkan daftar CPNS,  bahkan tak minat legalisir ijazah. Ada yang bilang jangan sampai kuliah susah-susah tapi ilmunya nggak dipakai. Oh jelas bukan begitu. Justru dengan wirausaha, ilmuku akan banyak terpakai. Sekali lagi, aku tak berfikir seteknis itu.

Finally, setelah fokusku hanya untuk skripsi, aku berhasil lulus. Welcome to the jungle!! Jika dulu banyak yang bertanya “Kapan lulus?” kini pertanyaan berubah menjadi “Sudah kerja belum?”. Awalnya, setiap ditanya seperti itu aku akan tersenyum dan menjawab “belum” dengan lembut. Hingga akhirnya aku menyadari, bukankah ini saat yang tepat semua orang tahu bahwa aku hanya ingin berwirausaha? Dan akhirnya setiap ditanya “Sudah kerja belum?”, aku menjawab mantap “Saya ingin wirausaha”. Tak disangka tak dinyana pertanyaan mereka berlanjut “Wirausaha? Wirausaha apa?”. Namun aku terdiam, stuck! Aku belum memikirkan jawabannya.
Inspirasi tak mudah datang saat diundang, tapi pasti tidak datang jika tak diundang. Aku sering browsing dan baca buku untuk mencari ide usaha. Aku tak istirahat setelah wisuda. Aku langsung pulang kampung dan janji pada diri sendiri akan segera merealisasikan ide usaha di rumah.
Proses mencari ide usaha ternyata tak mudah, panjang dan berliku. Ide pertamaku adalah membuat abon ikan. Ikan yang kupilih adalah ikan lele. Dan setelah membuat abon ikan lele, aku mual tiap melihat lele hingga sekarang. Selanjutnya adalah membuat kerupuk lidah buaya. Aku mengumpulkan tanaman lidah buaya dari sekeliling rumah, aku ambil yang besar dan sisanya aku tanam di pot. Aku optimis sekali hingga akhirnya aku menanam lidah buaya dalam 10 pot. Lidah buaya yang besar aku ambil dagingnya, aku buat adonan kemudian dikukus, diiris, dijemur, baru digoreng. Prosesnya panjang dan melelahkan. Aku membuat kerupuk lidah buaya dua kali, namun tekstur dan rasanya tak sesuai harapan.
Ide usaha yang ketiga, aku mencoba membuat teh dari duri lidah buaya. Aku membuatnya dua kali, namun tidak sesuai harapan lagi. Bahkan untuk ide ini, aku sempat minta ijin menggunakan kebun bapak untuk budidaya lidah buaya. Malu rasanya.
Selanjutnya aku mencoba membuat puding. Aneka resep puding aku coba. Mulai dari puding buah, puding coklat, puding busa, hingga puding karamel. Hasil pembuatan pertama dan kedua berakhir di tempat sampah. Hasil pembuatan ketiga dan keempat berakhir di mulutku. Tapi aku yakin tak layak dijual.
Apakah aku menyerah? Tidak!
Aku kembali berminat membuat abon. Aku harus berguru pada ahlinya. Aku tak boleh trial error terus-terusan. Setelah berguru dengan pengusaha abon yang sungguh baik hati, ternyata aku tak akan berhasil membuat abon jika tak mempunyai alat peniris minyak alias spinner. Alat inilah yang bisa membuat abon kering sehingga tahan lama. Dengan modal nekat, aku berani membeli spinner dengan harga 2 juta rupiah. Ini adalah investasi yang besar bagiku. Setelah itu, ternyata spinner yang aku beli harus bolak balik servis berkali-kali. Bahkan pernah melukai tanganku saat mengoperasikannya. Tak apa, aku tetap semangat untuk membuat abon. Dan kendala tak selesai di sini. Aku tak punya mesin suwir, padahal alat ini juga vital. Dan aku tak punya uang lagi. Aku menyuir manual, digeprek, diparut, dan akhirnya pada pembuatan abon yang ke 10 (sekitar itu..) aku berhasil membuat abon ayam tanpa mesin suwir. Dan kini, dengan dibantu ibu dan satu pegawai, semoga usaha ini menebar manfaat ke depannya.
Apapun tantangannya, jika itu passion kita. Libas!