Ada rasa damai tatkala melihat
ada anak-anak rukun dalam bermain. Kalaupun sempat bertengkar, itu hanya
sebentar. Usil yang tak disengaja dan tak masuk ke hati. Mudah bagi mereka
baikan begitu saja. Nggak peduli yang satu ingusan, yang satu keriting, lainnya
anak pak lurah, dan lainnya lagi
berkulit hitam. Yang mereka tahu bahwa mereka adalah sebaya dan memiliki tujuan
bersama yaitu main bersama. Jikapun terjadi saling mengejek, besoknya juga
sudah lupa. Indah sekali.
Ada rasa gundah tatkala melihat
kita yang sudah dewasa ini saling mencerca. Mudahnya mengatakan kekurangan
orang lain dan sok memnyalahkan apa yang kurang tepat dari diri yang bukan
kita. Kenapa kita selalu merasa paling benar?
Jika ego seperti itu ada dalam
satu rumah, bisa saja rumah itu akan segera roboh menghancurkan semua yang di
dalamnya. Kita memang berbeda, tapi apa perlu perbedaan itu menjadi penyebab
untuk menebar kebencian yang nyatanya akan merugikan semuanya termasuk diri kita
sendiri. Sedih jika kawanan sini mengkritik kawanan sana serta sebaliknya.
Nyatanya jelas kita saudara. Apa yang sama? Terlalu banyak.
Saya dari kecil ngaji dengan
ustadz NU. Ngaji iqro, barzanzi, sholawatan, yasinan, slametan, tahlil, dan
seterusnya. Kemudian SMA kenal dengan
diniyah yang menghantarkan saya ikut liqo hingga sekarang. Saat SMA juga, saya
sempat tergabung sebuah komunitas yang ternyata adalah HTI. Bahkan saya sampai
ke tahap pertemuan kader seJawa dan mengucapkan semacam baiat di sana. Pada
tahap kuliah, saya punya teman dari Muhammadiyah. Saya tahu lebih tentang semngat
kader HTI. Ada juga teman salafy. Di tahun terakhir kuliah saya tinggal di
asrama dan ngaji dengan ustadzah NU. Saat kuliah saya punya usaha dengan teman
PII. Dan untuk usaha yang sekarang, saya bekerjasama dengan teman salafy. Oh ya
saya juga ada teman LDII bahkan ada tetangga juga yang LDII. Sebelah rumah juga
ada jamaah yang punya semacam padepokan. Ah, banyak lagi mungkin yang saya
belum tahu. Setelah saya tahu tentang jamaah-jamaah yang saya sebut di atas
akhirnya secara alami saya mengikuti yang
pas di hati. Sekarang ini saya liqa, saya ngaji alquran dengan ustadzah
NU, dan suami saya basis NU. Apakah ada prinsip yang bertabrakan? Iya, tentu
saja. Prinsip yang bertabrakan tak harus memulai pertengkaran. Berbeda itu
sudah biasa. Nggak hanya dalam hal tempat ngaji. Semua harus rukun. Ilmu kita
sedikit, praktekkan saja ilmu yang sedikit itu. Tak perlu sombong. Menyibukkan
diri memperbaiki diri bukan sebaliknya sibuk mengkoreksi golongan sana sini. *ntms
Ibu saya orang biasa, kenal ngaji
saat usia hampir senja ini. Tapi mashaalloh, belum adzan dah persiapan sholat.
Berbeda itu biasa, yang nggak biasa itu yang mempermasalahkan perbedaan.
Biasanya yang begitu belum ngaji atau lagi cuti semangat ngajinya. Yuk nggak
usah saling menghakimi,..kita saudara. Jaga diri dan jaga saudara. Kiamat sudah
semakin dekat lho... masih bingung mau ngaji dimana? Buruan!
Jamaah oh jamaah... (:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar