Arah pendidikan di Indonesia
Pendidikan adalah hal terpenting
yang wajib dilakukan untuk membentuk sumber daya yang mumpuni. Jenjang
pendidikan dari TK hingga seterusnya umumnya dilalui dengan perjuangan yang
keras dari setiap mereka yang menginginkan untuk berpendidikan tinggi.
Berpendidikan tinggi adalah modal utama untuk menjadi seorang expert atau mumpuni dalam suatu bidang
sehingga bisa mengambil peran yang strategis.
Pejabat penentu kebijakan di
Indonesia tidak dipungkiri bahwa mereka adalah sosok-sosok yang mumpuni dalam
bidangnya. Dan memang inilah tujuan dari adanya proses pendidikan yaitu untuk
membentuk insan berpendidikan yang akan meneruskan estafet perjuangan bangsa
dalam rangka pembangunan nasional. Tapi apakah praktik yang dilakukan mengarah
ke sana?
Indonesia masih membutuhkan
calon-calon pemimpin yang mumpuni baik dari segi ilmu dan juga baik dalam hal
kepribadian. Sistem pendidikan Indonesia yang ada sekarang masih jauh dalam hal
penerapan nilai-nilai. Padahal nilai-nilai inilah yang akan mendominasi seperti
apa masa depan anak didik tersebut. Sebut saja ada nilai pancasila dan nilai
agama yang menjadi acuan orang Indonesia secara umum dalam bertindak. Pancasila
banyak didengungkan namun sejatinya tak meresap dalam kehidupan real orang Indonesia. Kemudian ada nilai
agama yang sejatinya nilai inilah yang turut membentuk kultur Indonesia. Nilai
agama adalah nilai yang secara kultural digunakan di Indonesia sebagai kontrol dalam
berbuat sesuatu. Kedua nilai yang harusnya kuat ini nyatanya tidak teraplikasikan
dengan baik dalam sistem pendidikan di Indonesia. Nasionalisme rendah, ajaran
agama kurang, dan yang lebih dominan justru nilai-nilai barat yang telah
menggerus nilai-nilai asli Indonesia.
Apa hasil dari sistem pendidikan
yang kurang tepat di Indonesia adalah pejabat-pejabat sekarang yang banyak
tersandung hukum dalam praktek kerja mereka. Mereka adalah pemimpin-pemimpin
harapan bangsa yang seharusnya bisa membawa bangsa Indonesia menjadi lebih
baik. Namun yang kurang disadari adalah tak ada proses instan untuk mendidik
seorang pemimpin yang hebat. Hasil dari pendidikan yang instan adalah pemimpin
yang pintar namun tak peduli masyarakat. Orientasi mereka secara umum adalah
kesuksesan yang biasa disebut materi, tak ada kepedulian sama sekali.
Kemandirian pangan Indonesia
Masalah kemandirian pangan adalah masalah
vital bagi Indonesia. Negara agraris yang akhirnya harus mengimport 100 % beras
dan juga 90 % industri pangan di Indonesia nyatanya dikuasai perusahaan
multinasional sudah menjadi bukti yang cukup atas kegawatan yang terjadi. Kemandirian
pangan adalah cita-cita Indonesia yang kini selalu digembor-gemborkan di semua
kalangan. Semua kalangan pemerintah serempak mengajak untuk cinta produk negeri
sendiri, mendukung tumbuhnya UKM-UKM, mengapresiasi pemuda yang berwirausha.
Namun semuai itu ternyata tak semudah yang terlhat di permukaan. Yah seperti
biasa, lidah tak bertulang sehingga mudah mengeluarkan dukungan lisan. Namun
apalah arti semua itu jika action
yang terjadi tak semudah yang dibicarakan, bahkan dibayangkan. Nyatanya urusan
pangan justru menjadi prioritas kelima dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014.
Kebijakan-kebijakan tak terintegrasi
dengan tujuan yang ada justru mempersulit keadaan. Contoh kasus adalah masalah
import yang hingga sekarang ini katanya ingin ditekan namun nyatanya penekanan
yag terjadi layaknya penekanan yang dilakukan pada per, disaat tekanan
diperlonggar, per akan melaju dengan bebas dan cepat. Hal itulah yang terjadi
pada kuota import di Indonesia. Katanya mau ditekan tapi nyatanya rakyat kecil
lagi yang jadi korban. Kuota yang sedikit dimanfaatkan oleh mereka yang
mempunyai uang.
Misalkan saja
produksi mie yang dilakukan oleh UKM dibandingkan perusahaan mi instan
terbesar. Biaya produksi keduanya bisa sanagt beda jauh. Terutama pada bahan
baku. Pada perusahaan besar, semua bahan dapat dilakukan secara impor karena
memang kapasitas produksinya sudah besar. Hal ini jelas tidak dapat dilakukan
oleh UKM yang kapasitas produksi nya masih terbatas. Perusahaan besar hanya
membayar pajak import. Sedangkan UKM
harus membayar serentetan pajak hingga produk mereka bisa sampai di tangan
konsumen. Alhasil UKM hanya bisa menggigit bibir.
Hubungan
arah pendidikan dengan kemandirian pangan
Cita-cita yang
sama tidak terintegrasi. Tujuan mulia tidak tereaisasi. Di sini lah hubungan antara
arah pendidikan dan kemandirian pangan. Wujud pemimpin sekarang ini adalah
hasil dari pendidikan instan yang tidak mencapai tujuan yang sempurna. Pemimpin
tidak dilahirkan tapi diciptakan. Dan menciptakan pemimpin atau mendidik orang
untuk menjadi seorang pemimpin membutuhkan waktu yang lama. Sedangkan pemimpin
sekarang adalah hasil dari proses pendidikan instan yang secara umum minim
menerapakan nilai-nilai apapun yang ada di Indonesia. Sistem pendidikan yang
ada adalah mencetak manusia pekerja yang menilai sukses adalah materi atau
kekuasaan. Bekerja beda dengan mengabdi. Yang ada adalah mendapatkan sesuatu
bukan untuk memberikan sesuatu.
Pertanian yang
seharusnya menjadi kekayaan abadi Indonesia nyatanya tidak memberikan apa-apa
bagi pekerja. Pertanian identik dengan petani, identik dengan miskin, identik
dengan tidak modern. Jelas saja tidak ada yang sudi mengurus pertanian. Inilah
hasil pendidikan Indonesia. Bahkan mahasiswa jurusan pertanian pun sudah
berniat di awal untuk tidak bekerja di petanian. Tak sedikit dari mereka yang
mempelajari keahlian lain untuk jaga-jaga jika tidak diterima bekerja di bidang
pertanian. Tak ada nilai yang terserap sedikitpun.
Jika pertanian
keadaanya seperti ini, what the next?
Kemandirian pangan mana mungkin bisa terealisasi jika pertanian yang notabene
sumber daya pangan di Indonesia tidak diurusi.
Inilah yang terjadi.
Masalah kemandirian pangan bukanlah masalah kecil atau sempit hanya masalah
pangan. Kemandirian pangan adalah masalah besar bangsa Indonesia yng
dipengaruhi dan mempengaruhi keseluruhan pembangunan di Indonesia. Dibutuhkan
pemimpin yang benar-benar mumpuni dan yang paling penting adalah berkepribadian
baik. Orang baik dengan peran baik akan menghasilkan yang baik. Sehebat apapun
peran namun jika tak ada nilai baik di sana hasilnya nihil bahkan minus.
Arah pendidikan
di Indonesia yang tidak tepat juga turut menyumbang keburukan-keburukan yang
terjadi. Lulusan pertanian yang jumlahnya seabreg kini dapat dihitung berapa
banyak yang benar-benar peduli terhadap pertanian. Mungkin saja telat
memberikan pengertian kepada anak didik tingkat mahasiswa untuk menerapkan
nilai kepedulian bangsa dan berkepribadian baik. Semuanya dapat dilakukan lebih
dini. Arah pendidikan di Indonesia harus lebih dijelaskan lagi agar tidak hanya
mencetak pekerja yang baik namun juga baik dalam hal nasionalisme dan
kepribadian. Jusru mencetak orang baik adalah sebuah main goal dengan
subordinat mencetak pekerja yang baik.
Kemandirian
pangan adalah masalah yang butuh waktu lama untuk menyelesaikannya. Dan
generasi muda adalah generasi penerus bangsa yang perlu untuk diarahkan sejak
dini. Oleh karena itu arah pendidikan di Indonesia seyogyanya bisa diperbaiki
agar kemandirian pangan tidak lagi menjadi mimpi yang muluk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar