Sabtu, 14 Februari 2015

BULIK TATIK

...........
Malaikat malik penjaga neraka..
            Malaikat ridwan penunggu syurga
             ................

Azizah bernyanyi sambil loncat-loncat. Lagu itu pasti diajarkan di TKnya untuk mempermudah menghafal nama-nama malaikat beserta tugasnya.
Ndhuk, bilang sama malaikat Malik kalau Emak lewat suruh nutup pintu ya...”
“Emang kenapa Mak?” Azizah bertanya penasaran.
“Ya biar Emak nggak masuk neraka. Emak biar ditemeni sama malaikat Ridwan saja..”
Azizah melongo mendengar jawaban emaknya. Mungkin saja ia belum  faham. Meskipun akhirnya ia mengangguk mantap.
Aku merasakan suasana itu. Suasana damai yang selalu mengingatkanku bahwa orang di depanku ini sungguh menginspirasiku. Orang yang nampak sehat namun selalu ingat akan kematian. Bukankah beliau termasuk orang yang paling cerdas?
Sudah hampir 2 bulan Bulik Tatik bekerja di rumah untuk membantu usahaku membuat abon. Membuat abon adalah proses yang cukup lama dan membutuhkan orang yang telaten. Hingga akhirnya Ibu mengusulkan padaku untuk mengajak beliau. Bulik Tatik terkenal sebagai sosok yang ringan tangan. Siapapun warga di kampung yang menggelar hajatan, beliau pasti ada di sana untuk membantu. Awalnya aku hanya tahu dari cerita dan dari cuplikan-cuplikan yang kulihat saja. Hingga akhirnya 2 bulanan ini aku sering berinteraksi dengan beliau. Tak banyak kujumpai selain teladan yang sungguh layak untuk ditiru. Keseharian beliau tak kenal lelah, selalu mengutamakan kepentingan umum, dan totalitas dalam pelayanan terhadap sesama. Semua itu sungguh menginspirasiku. Tak perlu menunggu luang untuk menolong orang lain. Aku belajar itu.
Beliau adalah sosok ibu rumah tangga yang selalu mendirikan sholat malam dan sholat shubuh berjamaah  masjid. Pernah suatu hari beliau menyesal sekali saat tak bangun untuk sholat malam. Meskipun biasanya beliau malah bangun jam 2 pagi jika ada pesanan membuat panggang. Oh ya.. Bulik Tatik jago dalam memasak. Keahlian yang membuatnya dibutuhkan dimana-mana.
Pagi jam 6 seperempat biasanya beliau sudah sampai di rumah untuk memulai pekerjaan membuat abon. Sungguh pekerjaan beliau tuntas dan hasilnya bagus. Meskipun Bulikku ini berstatus sebagai pekerja saja, namun beliau tak mau pasif bahkan selalu aktif memberikan masukan dan trik-trik demi kemajuan usaha abonku. Apalagi dari segi rasa, banyak perbaikan berdasarkan saran dari beliau.
Bulik Tatik adalah garda terdepan dalam pelayanan terhadap sesama. Saat ada berita duka saudara yang meninggal, beliau lah yang bergerak paling depan. Begitu pula jika ada syukuran kerabat, beliau selalu membantu dengan ikhlas. Pernah suatu hari saat jam kerja, ada saudara menelfon Bulik Tatik untuk curhat. Dari situ aku tahu bahwa Bulikku ini bisa menjadi penengah yang bijak dalam masalah rumah tangga. Problem solver yang handal.  Hal ini terbukti dari beliau yang sering menjadi rujukan saat  ada masalah pribadi mulai dari saudara bahkan tetangga.
Umur Bulik Tatik sekitar 40 tahunan dengan 3 orang anak perempuan. Asam garam kehidupan yang beliau enyam sudah cukup membuatku mengerti bahwa aku bukanlah apa-apa. Saat bekerja, beliau sering bercerita hal-hal yang membuatku banyak belajar akan realitas hidup yang sebenarnya. Bagaimana agar fokus pada apa yang di depan mata dan melakukan hal kecil hingga besar dengan ikhlas.
Hingga suatu hari aku tahu bahwa penyakit Bulik Tatik ternyata kambuh lagi. Sekitar 5 atau 6 tahun yang lalu, Bulik Tatik menjalani operasi pengangkatan kanker payudara. Dan semua baik-baik saja setelah itu. Bahkan beliau juga melahirkan putri ketiga. Namun ternyata kini mulai tumbuh benjolan lagi di dada. Dan hasil tes laboratorium yang sudah dibacakan 2 dokter, hasilnya adalah Bulik Tatik harus menjalankan kemoterapy. Berita ini adalah berita kurang baik, namun Bulik Tatik tetep tegar dan bahkan enjoy saja. Bahkan beliau berujar, “Malas ah mikir apalagi sampai stres, semua orang juga akan mati. Mending mikir yang lain yang lebih berguna dan menghasilkan.” Dokter yang menangani Bulik Tatik juga salut akan ketegaran yang dimiliki Bulik Tatik. Dalam keadaan seperti itu, dan suami Bulik Tatik masih berada di Kalimantan untuk bekerja.
 “Sebenarnya aku itu nggak mau kemo, nanti aku nggak bisa kerja. Katanya kemo itu bikin badan lemas dan bikin rambut rontok.” Bulik Tatik berkata padaku.
Aku hanya bisa diam. Bagiku semangat yang beliau miliki adalah penyemangatku juga untuk maju, khususnya dalam usaha. Terlebih lagi aku ingin bisa tetap menggaji beliau. Kebutuhan hidup untuk mengurus 3 anak yang yang pertama masih kuliah, yang kedua masuk pondok pesantren, dan yang ketiga masih kelas TK. Semua masih butuh biaya pendidikan yang tak sedikit. Aku juga tahu bahkan Bulik Tatik harus berhutang untuk membeli TV. Ah tak perlulah cerita hal-hal yang terlihat sukar. Bahkan bagi beliau semua itu bukanlah beban. Dalam keadaan seperti itupun, tetangga yang membutuhkan tak sungkan jika butuh bantuan akan datang kepada beliau. Tentu karena beliau sangat ringan tangan.
Terkadang aku membayangkan jika aku berada di posisi beliau. Pernah suatu sore saat Bulik Tatik memandikan Azizah, dengan polosnya Azizah berkata,” Eh Emak payudaranya cuma satu..!”
Aku tersontak mendengar kata-kata itu. Langsung aku melirik wajah Bulik Tatik dan ternyata beliau tersenyum tulus, tak terlihat raut tersinggung ataupun sedih.
Sebelum cuti kerja, Bulik Tatik sibuk mengurus BPJS untuk meringankan biaya kemoterapy. Dan hari ini Bulik Tatik pergi ke Surabaya untuk rujukan kemoterapy di rumah sakit yang lebih lengkap fasilitasnya.
“Sebenernya aku sudah pasrah kapanpun aku mati. Tapi demi anakku yang merengek memintaku berobat, akan kujalani. Aku kasihan sama mereka. Doaku setiap malam adalah nanti setelah sampai di Rumah Sakit, semoga semua sel kanker sudah hilang dengan ijinNya..”
Aamiin
Dari Bulik Tatik aku belajar bahwa tak ada yang terpenting daripada totalitas terhadap apa yang kita lakukan asal itu baik. Tak peduli itu hal kecil ataupun hal besar. Mengepel lantai pun beliau lakukan tanpa disuruh. Demi kebersihan dapur yang bukan dapurnya. Membeli HP yang 300 ribu akhirnya terlaksana karena banyak orang yang komplain susah meenghubunginya. Saat kerja pun, tak sedikit yang menelefon demi tahu keadaan teraktual  Bulik Tatik. Banyak sekali yang mengkhawatirkan. Mereka tak seberuntung aku yang setiap hari melihat senyum Bulik Tatik yang tak terlihat sedikitpun seperti orang yang sedang sakit. Entah kanker itu sudah sampai dimana, namun aku yakin Allah memberikan yang terbaik untuk orang baik.
Dekat dengan Bulik Tatik membuatku ingin sekali mempersiapkan yang terbaik. Tak peduli aku jadi apa, asal aku berguna. Mulai dari yang terdekat, saudara, tetangga. Tak perlu menghujat sana-sini, yang penting aku bisa apa, maka aku akan lakukan dengan totalitas.


Tulisan ini diikutsertakan pada
 href="http://www.ichal.net/p/lomba-menulis-artikel-blog.html">Lomba
Menulis Artikel Blog Periode 1-2015

4 komentar:

  1. Keren artikelnya Mbak, sangat menginspirasi. Iya betul, jadi orang itu harus totalitas dan jangan terlalu banyak mikir, pikir saja yang bisa lebih cepat berguna bagi kita dari pada memikirkan yang tidak tidak, biar bisa produktif

    BalasHapus
  2. Memang kerja keras akan menghasilkan sesuatu yang maksimal juga. Sangat menginspirasi semoga kita bisa mengikuti apa yang telah ditempuhnya, makasih.

    BalasHapus
  3. keren.. Benar2 menarik, istimewa bgt . .

    BalasHapus
  4. Terimakasih komentarnya . Beliau habis operasi dan skrg harus rutin kontrol dan minum obat sampe 5 tahun k depan.

    BalasHapus