Sabtu, 20 April 2013

Aku dan Sejarah Keluargaku


Mendung berjalan mencari tempat yang tepat untuk meneteskan air. Tak tahu mana yang ia pilih. Ini adalah fenomena alam yang akan sering kita lihat di musim hujan. Hujan. Kata yang sering diselipkan dalam puisi untuk menggambarkan kedamaian. Kata yang sering diselipkan dalam kalimat sebagai keterangan beserta alasan. Hujan.  Tak dapat dipungkiri hujan seringkali disalahkan. Mereka yang harus menunda pulang karena lupa membawa jas hujan. Mereka yang akhirnya tutup lapak karena sepi pembeli. Mereka yang gagal kencan.
Semua itu tak ada di pikiran Vene. Ia sangat suka hujan. Saat gerimis datang, tak lupa ia membentangkan dua tangannya seolah-oleh membentangkan kedua sayapnya yang anggun. Saat hujan deras pun ia mensyukurinya dengan tetap produktif. Begitu juga pada hujan sore ini. Setelah memandikan Zahra dan Iqbal, ia bisa sejenak membaca buku di bangku depan rumah seraya menunggu kedua anaknya pulang dari TPA. Hujan seperti ini tak membuat Vene khawatir. Ia sudah membekali kedua anaknya dengan payung.
Vene tampak serius membaca buku yang ada di tangannya. Halaman demi halaman tak ia lewatkan tanpa anggukan. Vene suka sekali membaca buku terutama buku biografi. Dan yang ia baca sekarang adalah Biografi Ratu Victoria. Baginya, sangat benar makna dari peribahasa “Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang”. Ia meyakini bahwa semua orang-orang hebat itu melewati hidupnya dengan penuh kerja keras. Vene mantap bahwa dia bisa mewujudkan impiannya dengan kerja keras. Semua biografi orang yang mempuyai peran dalam sejarah ia lahap. Cita-citanya menancap kokoh dalam lubuk hati paling dalam yaitu ingin menjadi seperti mereka. Meskipun keadaan Vene yang sekarang harus mengurusi kedua anak dan suaminya, impian Vene tetap sama. Entah itu sejarah apa. Ia hanya ingin kelak ia tidak mati sia-sia. Ia ingin banyak orang merasakan kebermanfaatannya terus-menerus. Atau mungkin kelak ada orang sukses berkat dia di belakangnya. Ia sering sekali membayangkan namanya kelak dikenang karena karya yang dibuatnya. Atau mungkin ia berhasil menginspirasi banyak orang di negara ini, Indonesia. Ahh.. Hati Vene selalu berhati-hati dalam bermimpi, ia tak mau mendapatkan kebahagiaan yang akan menumbuhkan kesombongan pada dirinya.
          “Assalamualaikum... Mbak Vene, lagi apa? “
          “Waalaikum salam.. aduh adek-adek dah pulang. Kok masih manggil Mbak Vene sih? Kenapa hayo?”
          “Eh iya salah, Mama Vene hehe. Lum terbiasa sih.. “
          “Iya nggak papa, Mama malah seneng dipanggil mbak biar kesannya Mama muda terus. Ya nggak?”. Mereka pun tertawa bersama di teras depan.
          “Loh adek Iqbal mana kok nggak pulang bareng?”
          “Oh iya! Adek tadi minta dipamitin. Ia nginep di tempat simbah. Tadi simbah lewat depan masjid.. eh si adek ngikut deh..”
“O ya udah, ayo kakak masuk ke dalam.. mukenanya ditaruh kamar dulu”
“Oke ma...!”
Sore itu tiba-tiba Vene merasakan batinnya sesak. Ia rindu pada kedua orang tuanya. Ia ingat saat dulu SD sering dijemput bapaknya menggunakan sepeda unta. Vene merasakan waktu berjalan dengan sangat cepat dan kini ia mendapatkan peran yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Yaitu menjadi istri dari mantan kakak iparnya.

..............................

Mentari pagi menyorotkan sinar tajamnya. Alam seakan gembira menyambut datangnya pagi itu. Rumput-rumput bergoyang dan burung-burung berdendang tak kenal kesedihan. Namun sinar hangat itu tak membawa perubahan pada suasana hati Vene. Hatinya hancur berkeping-keping, seakan hidup sebatang kara di dunia, tanpa teman, tanpa musuh. Mata sembabnya tak bisa menutupi bahwa ia menangis semalam.
“Dek Vene, bisa minta tolong buatin telur ceplok buat Iqbal? Mas harus ke  rumah pak RW sebentar”, Mas Zaki bicara sambil berlalu.
Vene mengangguk tanda menyanggupi. Vene menuju dapur dengan langkah gontai. Semua ia lakukan dengan pandangan kosong. Iqbal membuntutinya dari belakang. Ia sudah menahan lapar.
“Mbak Vene.., mbak...”
Vene menjawab dengan senyuman kecil yang ia munculkan dengan usaha keras. “Iya, apa Dek Iqbal sayang?”
“Bunda selalu buatin telur ceplok buat Iqbal setiap hari. Setelah mandi pagi Iqbal bisa langsung sarapan. Iqbal kangen banget sama bunda...”, Iqbal bicara dengan merajuk.
Vene tak kuat menahan air matanya, pundaknya bergetar menahan getir. Namun ia tetap membisu seraya memegang telur yang belum ia pecah sedari tadi. Dengan suara serak, Vene mencoba menjawab dengan kekuatan hati yang ia miliki.
“Dek Iqbal sayang,.. maafin mbak ya. Mulai besuk mbak akan masak telur ceplok kesukaan Iqbal setiap hari. Asal iqbal juga mau makan sayur yang mbak masakin. Gimana?”
“Oke mbak!!”
Vene tak menyangka akan secepat ini kehilangan Mbak Har, keluarga satu-satunya. Vene kecil hanya sejenak merasakan kasih sayang seorang Bapak. Waktu kelas 3 SD, Vene sah menjadi seorang yatim piatu dan mengekor kemana saja kakaknya pergi. Hingga kakaknya menikah, mempunyai dua anak, dan hingga kakaknya pergi meninggalkannya. Sendiri.

........................................

“Mas, aku sudah memikirkannya...”
“Tak usahlah kau memusingkan apa perkataan orang nantinya. Ini hidup kita. Mbakmu selalu berpesan padaku untuk menjagamu hingga kelak kau dewasa. Mas nggak akan menyuruhmu putus sekolah. Setahun lagi kamu juga lulus. Mas yakin kamu bisa membagi waktu untuk menjaga dua adekmu.”
“Tapi mas...t.t.t.. tapi..”, Vene membiarkan air bening itu leluasa membasahi pipinya yang merah.
Suara hening...
“Tapi aku sudah punya pacar mas.. “
“Ini adalah amanat dari mbakmu. Dan ini adalah juga tanggung jawabku. Tapi pernikahan ini tidak akan berlangsung tanpa persetujuan darimu”
Vene menangis sesenggukan. Suasana masih hening. Burung-burung yang berkicau seakan-akan menghentikan gurauannya dan mencoba simpati kepada keadaan Vene.
Vene tak pernah membayangkan hidupnya akan seperti ini, tapi ia tak pernah menyalahkan siapapun. Ia selalu tegar, seperti ketegaran orang-orang hebat yang ia kagumi. Mas Zaki adalah orang terbaik dalam hidup Vene. Tapi ia tak pernah menyangka jalan hidupnya akan seperti ini.
Mas Zaki menerawang jauh, ia juga tak pernah membayangkan kehilangan istri yang sangat ia sayangi. Rasa kehilangan itu telah merapuhkannya akhir-akhir ini. Badannya kurus dan semangatnya menurun setengah. Belahan jiwanya pergi begitu cepat. Di saat buah hati mereka sedang tumbuh dengan cerdasnya. Ia hanya ingin menjalankan amanat istrinya. Menikahi Vene adalah jalan satu-satunya. Ia tak ingin Vene menjadi orang lain dan sendiri menghadapi hidup ini.
“Mas Zaki.., aku masih punya banyak impian yang belum aku wujudkan. Aku ingin pergi sekolah ke luar negeri. Aku ingin menjadi aktivis perempuan. Aku ingin memiliki peran dalam sejarahh! ”
“Trus?”, Maz Zaki menanggapi dengan datar.
“Aku nggak akan bisa menggapai impianku jika aku menikah sekarang. Aku adalah Vene anak yatim piatu yang tak punya apa-apa lagi selain impian-impianku”
“Kau punya aku, Ven, Masmu..”
“Mas Zaki hanyalah mantan kakak iparku..”
“Aku akan jadi mantan kakak iparmu sekaligus manjadi milikmu jika kau mau menikah denganku. Jika tidak, aku kan menjadi kakak iparmu sampai kapanpun.”

......................................

“Mama!”
“Iya Iqbal.. tak perlu teriak-teriak seperti itu. Telur ceploknya di meja makan tu, dibagi sama Kak zahra ya..”
“Beres deh Ma..!”
Vene sudah menyelesaikan tugasnya pagi ini. Hari ini ia membereskan semuanya lebih pagi karena harus menghadiri undangan dari sekolah Zahra.
“Ma, undangannya jam 8 lo ya. Jangan sampai telat.”
“Tenang.. Mama nggak akan telat. Mama akan berangkat bareng kalian.”
“Loh.. trus papa?”
“Papa nanti dari kantor langsung nyusul ke sekolah”
“Loh..kok pisah? Mama cerai berai ya ma Papa?”
“Huz! Enggak, waduh dampak nonton sinetron ya ni..Mama Papa nanti pulangnya barengan kok.. .”
“Ciye Ciye...! “
Merekapun tertawa bersama.
          Vene kini sadar. Inilah jalan untuk menggapai impiannya. Memiliki peran dalam sejarah. Sejarah dalam keluarganya. Sejarah hidupnya.

                                        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar