Rabu, 18 November 2015

BU TATIK PAHLAWANKU



Tahun ini aku tidak berjumpa dengan beliau seperti saat lebaran-lebaran sebelumnya. Ada sedikit rasa menyesal. Tapi aku yakin beliau akan mengerti. Dua belas tahun berlalu semenjak aku pensiun dari Sekolah Dasar (SD). Semenjak itu pula aku selalu berkunjung ke rumah guru-guru SD di saat lebaran. Iya, hanya di saat lebaran. Tapi memang itulah saat yang tepat. Aku seperti orang Indonesia pada umumnya yang saat lebaran ingin berkunjung bersilaturahim dengan orang-orang tersayang. Sempat terbesit bisikan teman “Buat apa ke guru SD? Kan kita setahun lamanya belum tentu bertemu dengan mereka jadi kita nggak punya salah donk!.” Itulah alasan mereka saat kuajak untuk ikut denganku. Aku tak terpengaruh sedikitpun dengan perkataan temanku. Itulah sebabnya setiap tahun aku berkunjung ke rumah guru dengan teman berbeda-beda. Setelah beranjak dewasa, aku mulai berfikir kenapa guru SD amat berkesan untukku. 

Aku ingat sekali saat kelas 1 SD adalah pertama kalinya aku mengenal soal pilihan ganda. Aku adalah salah satu murid yang kena jewer karena tak paham bagaimana cara mengerjakan soal pilihan ganda. Tenyata soal pilihan ganda adalah bentuk soal yang aku jumpai pada 3 kali ujian nasional, tes masuk perguruan tinggi, tes TOEFL, mengisi kuosioner, dan banyak lainnya. Guru SD adalah guru yang pertama kali mengajari kita banyak hal.

Saat SD aku merasa tak pintar. Aku tak menonjol di salah satu mata pelajaran. Aku iri dengan temanku Sarjuni yang ahli IPS, atau Iis yang ahli olahraga. Mereka mengikuti olimpiade dimana-mana. Sampai pada saatnya kelas 5 SD, Bu Tatik Guru Bahasa Indonesia memberikan kami tugas menulis cerita saat liburan. Bu Tatik menunjukku maju pertama kali membacakan karyaku. Bu Tatik memuji karanganku. Beliau mengkritik aku menggunakan satu kata ganti yang kurang tepat, namun sempurna untuk lainnya. Aku merasa menjadi terbaik saat itu. Mungkin ada sedikit rasa sombong. Tapi yang menakjubkan adalah sejak saat itu aku lebih percaya diri bahwa ternyata aku bisa mengarang. Dan semenjak itulah aku rutin menulis buku harian. Kebiasaan yang kujalani sampai sekarang. Aku suka sekali menulis.  Terlebih lagi membuat cerita. Aku bahagia salah satu tulisanku berhasil menjadi juara di kontes kepenulisan dan 2 tulisanku sudah diterbitkan dalam bentuk antologi. Bu Tatik yang mengubahku dari “tidak tahu” menjadi “tahu” bahwa aku bisa menulis. Saat umur SD itulah kita menjadi sepolos-polosnya anak belum tercemari oleh realitas dunia yang sebenarnya. Apa yang akan diberikan pada kita  akan lebih mengena dan  terbawa sampai dewasa. Aku merasa Guru SD  adalah pahlawan dalam ketulusan yang sebenar-benarnya. Apa yang mereka harapkan dari anak polos yang membersihkan ingus saja tak sempurna? Tak ada pamrih yang diharapkan. Hanya ketulusan yang mereka punya. Pemikiran yang ditanamkan Bu Tatik bahwa aku bisa menulis adalah jasa besar.

Tahun ini aku hamil dan tak memungkinkan berkunjung ke rumah Bu Tatik. Tapi aku berjanji akan mengenalkan anakku pada Bu Tatik, pahlawan bunda mereka. Saat aku menulis cerita ini, aku baru saja mendapat pengumuman bahwa aku mendapat juara 3 lomba menulis cerpen oleh sebuah PTN. Aku persembahkan piala ini untuk anak dalam kandunganku dan untuk Bu Tatik pahlawanku. Aku berjanji akan terus menulis untuk menjadi kebanggaanmu.


*Tulisan dibuat untuk Lomba Menulis "Guruku Pahlawanku" . Info lebih lanjut bisa ke http://lagaligo.org/lomba-menulis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar