Tahun ini aku tidak berjumpa dengan beliau seperti saat
lebaran-lebaran sebelumnya. Ada sedikit rasa menyesal. Tapi aku yakin beliau
akan mengerti. Dua belas tahun berlalu semenjak aku pensiun dari Sekolah Dasar
(SD). Semenjak itu pula aku selalu berkunjung ke rumah guru-guru SD di saat lebaran.
Iya, hanya di saat lebaran. Tapi memang itulah saat yang tepat. Aku seperti
orang Indonesia pada umumnya yang saat lebaran ingin berkunjung bersilaturahim
dengan orang-orang tersayang. Sempat terbesit bisikan teman “Buat apa ke guru SD? Kan kita setahun
lamanya belum tentu bertemu dengan mereka jadi kita nggak punya salah donk!.”
Itulah alasan mereka saat kuajak untuk ikut denganku. Aku tak terpengaruh
sedikitpun dengan perkataan temanku. Itulah sebabnya setiap tahun aku berkunjung
ke rumah guru dengan teman berbeda-beda. Setelah beranjak dewasa, aku mulai
berfikir kenapa guru SD amat berkesan untukku.
Aku ingat sekali saat kelas 1 SD adalah pertama kalinya aku
mengenal soal pilihan ganda. Aku adalah salah satu murid yang kena jewer karena
tak paham bagaimana cara mengerjakan soal pilihan ganda. Tenyata soal pilihan
ganda adalah bentuk soal yang aku jumpai pada 3 kali ujian nasional, tes masuk
perguruan tinggi, tes TOEFL, mengisi kuosioner, dan banyak lainnya. Guru SD
adalah guru yang pertama kali mengajari kita banyak hal.
Saat SD aku merasa tak pintar. Aku tak menonjol di salah satu
mata pelajaran. Aku iri dengan temanku Sarjuni yang ahli IPS, atau Iis yang
ahli olahraga. Mereka mengikuti olimpiade dimana-mana. Sampai pada saatnya
kelas 5 SD, Bu Tatik Guru Bahasa Indonesia memberikan kami tugas menulis cerita
saat liburan. Bu Tatik menunjukku maju pertama kali membacakan karyaku. Bu
Tatik memuji karanganku. Beliau mengkritik aku menggunakan satu kata ganti yang
kurang tepat, namun sempurna untuk lainnya. Aku merasa menjadi terbaik saat
itu. Mungkin ada sedikit rasa sombong. Tapi yang menakjubkan adalah sejak saat
itu aku lebih percaya diri bahwa ternyata aku bisa mengarang. Dan semenjak
itulah aku rutin menulis buku harian. Kebiasaan yang kujalani sampai sekarang.
Aku suka sekali menulis. Terlebih lagi
membuat cerita. Aku bahagia salah satu tulisanku berhasil menjadi juara di
kontes kepenulisan dan 2 tulisanku sudah diterbitkan dalam bentuk antologi. Bu
Tatik yang mengubahku dari “tidak tahu” menjadi “tahu” bahwa aku bisa menulis.
Saat umur SD itulah kita menjadi sepolos-polosnya anak belum tercemari oleh
realitas dunia yang sebenarnya. Apa yang akan diberikan pada kita akan lebih mengena dan terbawa sampai dewasa. Aku merasa Guru SD adalah pahlawan dalam ketulusan yang sebenar-benarnya.
Apa yang mereka harapkan dari anak polos yang membersihkan ingus saja tak
sempurna? Tak ada pamrih yang diharapkan. Hanya ketulusan yang mereka punya.
Pemikiran yang ditanamkan Bu Tatik bahwa aku bisa menulis adalah jasa besar.
Tahun ini aku hamil dan tak memungkinkan berkunjung ke rumah
Bu Tatik. Tapi aku berjanji akan mengenalkan anakku pada Bu Tatik, pahlawan
bunda mereka. Saat aku menulis cerita ini, aku baru saja mendapat pengumuman
bahwa aku mendapat juara 3 lomba menulis cerpen oleh sebuah PTN. Aku
persembahkan piala ini untuk anak dalam kandunganku dan untuk Bu Tatik
pahlawanku. Aku berjanji akan terus menulis untuk menjadi kebanggaanmu.
*Tulisan dibuat untuk Lomba Menulis "Guruku Pahlawanku" . Info lebih lanjut bisa ke http://lagaligo.org/lomba-menulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar